TEMPO Interaktif, Jakarta: Pemerintah akan segera membetuk tim pengelola perbatasan negara. Pembentukan tim tersebut untuk memperjelas siapa-siapa yang berhak menangani perbatasan, termasuk perundingan-perundingan perbatasan dengan negara tetangga. ?Dulu ada panitia koordinasi wilayah nasional. Tapi badan tersebut sudah tidak efektif lagi dan akan direvitalisasi,? ucap Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono usai rakor polkam di Jakarta, Selasa (2/12) siang.
Yudhoyono menilai, pembentukan tim pengelola perbatasan tersebut penting. Sebab, kata dia, masalah perbatasan nasional itu menyangkut aspek geopolitik dan geoekonomi. Oleh karena itu, ujarnya, perlu diadakan sinkronisasi kegiatan pengelolaan perbatasan, seperti masalah politik, keamanan, hukum, kesejahteraan, dan ekonomi.
?Masalah perbatasan menyangkut kedaulatan dan keamanan nasional, termasuk pertahanan negara,? ucapnya. Hal itu, mau tidak mau, akan menyangkut aspek politik, hukum, keamanan, aspek internasional, dan kesejahteran. Menurut Yudhoyono, masalah perbatasan ini akan dibawa ke sidang kabinet, Kamis (4/12) mendatang.
Selain itu, tambah Yudhoyono, masalah perbatasan ini juga dilandasi sengketa perbatasan yang belum tuntas antara Indonesia dengan Singapura, Malaysia, Filipina, dan Timor Leste. Sengketa perbatasan itu, ucapnya, akan dilanjutkan untuk mendapatkan resolusi yang tepat sesuai dengan kepentingan nasional.
Untuk itu, Yudhoyono melanjutkan, pemerintah menilai perlunya pengamanan dan perbatasan yang efektif. ?Kita perlu sarana untuk pemantauan, serta pembinaan masyarakat lokal di sepanjang perbatasan agar secara ideologis dan politis tidak merugikan kepentingan Indonesia,? katanya.
Dalam kesempatan itu, Yudhoyono juga mengatakan, agar lebih efektif, akan ada pulau-pulau kecil yang akan dikelola secara langsung oleh pemerintah pusat, dan akan ada juga pulau-pulau kecil yang diserahkan pada daerah. ?Hal itu termasuk bagaimana melakukan pemberdayaan terhadap penduduk yang ada di pulau-pulau kecil itu,? ujarnya. Menurut Yudhoyono, pemberdayaan pulau-pulau kecil itu terkait dengan masalah perekonomian nasional.
Nantinya, menurut dia, pemerintah juga akan melakukan perkiraan strategis agar tidak bersikap reaktif jika menangani masalah perbatasan. ?Tapi pemerintah akan bersikap antisipatif kalau negara lain ingin melakukan sesuatu yang bersinggungan dengan perbatasan,? katanya.
Terkait dengan masalah ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yang sering menjadi isu politik dan keamanan, Yudhoyono mengatakan, saat ini memang Indonesia memiliki tiga ALKI. ?Memang ada pandangan dunia, mengapa Indonesia tidak memilki alur laut yang membentang dari timur ke barat,? katanya. Atas hal itu, menurutnya, Indonesia akan memberlakukan innocent passage, seperti yang banyak diberlakukan di banyak negara.
Pada kesempatan terpisah, Menteri Luar Negari Hasam Wirajuda mengatakan, tiga ALKI yang sudah ditetapkan sebetulnya sudah memadai untuk keperluan masyarakat internasional, tidak hanya untuk pelayaran sipil, tapi juga untuk pelayaran militer.
Wirajuda mencontohkan, dalam kasus innocent passage, kapal selam asing boleh-boleh saja memasuki perairan laut Jawa, asalkan kapal selam tersebut harus berlayar dengan muncul di permukaan laut, dan senjata yang dimiliki tidak dalam konteks untuk menakut-nakuti. Selain itu, pertimbangan tiga ALKI itu, kata Wirajuda, tidak hanya masalah keamanan. ?Tapi juga menyangkut perlindungan terhadap sumber daya laut seperti hasil tambang, gas, atau minyak,? katanya.
Yandhrie Arvian - Tempo News Room
http://www.tempointeraktif.com/share/?act=TmV3cw==&type=UHJpbnQ=&media=bmV3cw==&y=JEdMT0JBTFNbeV0=&m=JEdMT0JBTFNbbV0=&d=JEdMT0JBTFNbZF0=&id=MzIyNTA=Yudhoyono menilai, pembentukan tim pengelola perbatasan tersebut penting. Sebab, kata dia, masalah perbatasan nasional itu menyangkut aspek geopolitik dan geoekonomi. Oleh karena itu, ujarnya, perlu diadakan sinkronisasi kegiatan pengelolaan perbatasan, seperti masalah politik, keamanan, hukum, kesejahteraan, dan ekonomi.
?Masalah perbatasan menyangkut kedaulatan dan keamanan nasional, termasuk pertahanan negara,? ucapnya. Hal itu, mau tidak mau, akan menyangkut aspek politik, hukum, keamanan, aspek internasional, dan kesejahteran. Menurut Yudhoyono, masalah perbatasan ini akan dibawa ke sidang kabinet, Kamis (4/12) mendatang.
Selain itu, tambah Yudhoyono, masalah perbatasan ini juga dilandasi sengketa perbatasan yang belum tuntas antara Indonesia dengan Singapura, Malaysia, Filipina, dan Timor Leste. Sengketa perbatasan itu, ucapnya, akan dilanjutkan untuk mendapatkan resolusi yang tepat sesuai dengan kepentingan nasional.
Untuk itu, Yudhoyono melanjutkan, pemerintah menilai perlunya pengamanan dan perbatasan yang efektif. ?Kita perlu sarana untuk pemantauan, serta pembinaan masyarakat lokal di sepanjang perbatasan agar secara ideologis dan politis tidak merugikan kepentingan Indonesia,? katanya.
Dalam kesempatan itu, Yudhoyono juga mengatakan, agar lebih efektif, akan ada pulau-pulau kecil yang akan dikelola secara langsung oleh pemerintah pusat, dan akan ada juga pulau-pulau kecil yang diserahkan pada daerah. ?Hal itu termasuk bagaimana melakukan pemberdayaan terhadap penduduk yang ada di pulau-pulau kecil itu,? ujarnya. Menurut Yudhoyono, pemberdayaan pulau-pulau kecil itu terkait dengan masalah perekonomian nasional.
Nantinya, menurut dia, pemerintah juga akan melakukan perkiraan strategis agar tidak bersikap reaktif jika menangani masalah perbatasan. ?Tapi pemerintah akan bersikap antisipatif kalau negara lain ingin melakukan sesuatu yang bersinggungan dengan perbatasan,? katanya.
Terkait dengan masalah ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yang sering menjadi isu politik dan keamanan, Yudhoyono mengatakan, saat ini memang Indonesia memiliki tiga ALKI. ?Memang ada pandangan dunia, mengapa Indonesia tidak memilki alur laut yang membentang dari timur ke barat,? katanya. Atas hal itu, menurutnya, Indonesia akan memberlakukan innocent passage, seperti yang banyak diberlakukan di banyak negara.
Pada kesempatan terpisah, Menteri Luar Negari Hasam Wirajuda mengatakan, tiga ALKI yang sudah ditetapkan sebetulnya sudah memadai untuk keperluan masyarakat internasional, tidak hanya untuk pelayaran sipil, tapi juga untuk pelayaran militer.
Wirajuda mencontohkan, dalam kasus innocent passage, kapal selam asing boleh-boleh saja memasuki perairan laut Jawa, asalkan kapal selam tersebut harus berlayar dengan muncul di permukaan laut, dan senjata yang dimiliki tidak dalam konteks untuk menakut-nakuti. Selain itu, pertimbangan tiga ALKI itu, kata Wirajuda, tidak hanya masalah keamanan. ?Tapi juga menyangkut perlindungan terhadap sumber daya laut seperti hasil tambang, gas, atau minyak,? katanya.
Yandhrie Arvian - Tempo News Room
No comments:
Post a Comment