Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Jun 10, 2011

ANARKI


Hukum, carok, dan blater merupakan sebuah relasi. Banyak yang berpandangan carok dilakukan oleh blater. Blater memiliki tingkatan sosial tersendiri pada masyarakat Madura. Ada yang mengatakan sebagai penjaga desa, ada yang mengatakan sebagai seorang bajing yang identik dengan pelaku kriminal. Carok menjadi paradoks pada saat ini. Nilai-nilai yang diusung telah bergeser dari das sollen. Pergeseran nilai carok yang diusung menjadi sebuah luapan emosi semata. Tidak lebih dari tindakan kekerasan biasa.
Dalam sebuah Negara Hukum, anarki merupakan musuh utama. Negara hukum itu bisa dikatakan sebagai negara di mana tindakan pemerintah maupun rakyatnya didasarkan atas hukum untuk mencegah adanya tindakan sewenang-wenang dari pihak penguasa dan tindakan rakyat menurut kehendaknya sendiri. Dalam sejarahnya negara hukum ini timbul sebagai efek kekuasaan raja- raja yang absolut, sehingga awal dari tujuan hukum adalah membebaskan campur tangan negara. Kata – kata Immanuel Kant “laissez faire laissez aller” memberikan inspirasi masyarakat pada saat itu untuk menjalankan kehidupan sendiri dan negara baru boleh turun tangan apabila terjadi perselisihan.
            Anarki. Kata yang erat kaitannya dengan sebuah kejadian huru-hara, kekacauan yang menyebabkan sebuah tindakan melanggar hukum. Tindakan melawan kekuasaan negara dan lembaga lain, bahkan bebas dari aturan yang berujung pada chaos. Hukum positif menjadi kepastian untuk menciptakan ketertiban sekaligus meredam anarki. Namun timbul sebuah pertanyaan, Bagaimana jika hukum tidak efektif? Hukum ibarat jaringan rel kereta api sudah tertata rapi, sudah diperhitungkan, persis dan tepat. Tetapi, bagi kaum anarki kerapian, ketepatan adalah membosankan. Mereka membentuk aturan sendiri, menciptakan apa yang mereka inginkan. Seperti sebuah anak panah yang lepas dari busur untuk menuju sasaran. Namun, anak panah ini tidak selalu epikal. Ada chaos yang menyertainya, dan chaos  itu adalah angin yang bisa membuat luput dari sasaran.
            Sejarah terus berulang, begitu juga dengan pembahasan efektivitas hukum menjadi perbincangan setiap generasi yang mempelajari hukum. Persaingan dalam teori-teori ilmu hukum yang menyebabkan kondisi ini. Persaingan untuk membuktikan teori mana yang paling benar. Dari tesis akademisi memberi ruang anti tesis dan kemudian menjadi sintesis. (Boyd Trayutama)

No comments:

Post a Comment