Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Nov 24, 2017

TITIK PUNCAK






Mungkin saja manusia punya titik didihnya tersendiri. Ada yang memiliki titik puncak melalui ledakan amarah, tangis atau pukulan. Mereka berbeda dalam berbagai tingkatan emosional. Saya pun demikian, barangkali.
            Saya coba melihat ke belakang dengan berbagai masalah yang ada. Kecendurangan diri dalam melihat berbagai persoalan rata-rata dengan tanggapan santai, biasa, dan lumrah. Bahkan kerap merespon berbagai permasalahan dengan tertawa atau tersenyum. Akan tetapi, pada suatu ketika ada hal-hal urgen dan mendasar yang membuatku tak mampu mengendalikan diri. Spontanitas dengan ledakan amarah. “Ini seperti anak kecil,” ungkapku. “Kau berdosa membuat orang lain takut” ungkapku. Saya menolak, “Itu bukan titik puncakku.”
            Benar. Titik puncakku bukan dengan menangis. Saya bahkan lupa kapan terakhir menangis. Pun bukan pula ledakan amarah atau memukul. Mereka hanya ada di tengah-tengah puncak. “Lantas apa?” tanyaku. “Diam dan membiarkan,” jawabku.
            Ledakan amarah itu merupakan gelagat bahwa engkau sudah melampaui batas. Yah, termasuk golongan manusia yang melampaui batas kewajaran. Kompromi-kompromi itu sudah terkikis habis. Akan tetapi, tenanglah. Itu bukan puncak. Seperti kataku tadi, titik puncakku pada diam dan membiarkan.
            Beruntunglah engkau saat ada yang memarahi karena itu tanda Ia masih peduli. Beruntunglah dirimu ketika ada yang memaki sebab ia menegurmu dengan jujur. Celakalah kau saat didiamkan berarti aku tak acuh. Apabila sudah demikian, itu terserah kamu karena aku tak mau tahu tentangmu.
            Instrospeksi dan evaluasi diri itu perlu untuk melihat ke dalam. Yunus as melakukannya saat di perut ikan. Hal tersebut sangat sukar.
Bersambung >>>>>>

No comments:

Post a Comment