Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Jul 27, 2015

            
              Tiap kali ke toko buku, dimana pun itu, buku-buku yang menjadi Best Seller didominasi buku motivasi (efeknya buku bajakannya pun bertebaran di toko buku bekas). Secara tidak langsung hal ini menandakan bahwa masyarakat kita kurang motivasi atau masuk pada fase kurang percaya diri. Tidak dapat dinafikan bahwa ada kalanya manusia mengalami disorientasi jati diri atau dorongan. Saya pun pernah merasakan hal tersebut. Banyak buku-buku motivasi yang saya baca dan beli, namun ada yang sedikit mengganjal dan itu fatal: aplikasi. Kebanyakan membaca buku motivasi ternyata membawa dampak pada tingginya teoritis, tetapi minim aplikasi. Sehingga, kita dapat memotivasi orang lain dan sayangnya sulit memotivasi diri sendiri. Padahal itulah tujuan awal saya membaca buku motivasi. Pada akhirnya, saya berhenti membaca buku motivasi dan mulai mempraktekkannya.
            Semenjak itu setiap kali melihat brosur atau iklan tentang pelatihan motivasi atau yang sejenisnya, saya hanya tersenyum geli dan geleng-geleng karena harga pelatihan/seminar yang begitu mahal. Dan pesertanya tidak sedikit, ratusan atau mungkin ribuan bahkan dibuat angkatan-angkatan. Begitu besar rasa ingin mengenal diri, sukses, mendekatkan diri pada Tuhan atau hidup yang lebih baik harus diimbangi dengan pengeluaran yang tidak sedikit. Ada yang berhasil dan tidak sedikit yang gagal.
            Banyaknya pelatihan/seminar motivasi tidak menurunkan tingkat depresi masyarakat karena apa? Ya karena yang bisa ikut hal tersebut ya orang-orang berduit, kaya, mapan atau penghasilan cukup. Padahal negara kita mayoritas MISKIN. Sehingga, saya sempat berkesimpulan jika pelatihan/seminar motivasi adalah ladang bisnis. BISNIS ya. Ada untungnya, dan tak gratis itu. Astagfirullah kok malah negatif thinking gini. Tak boleh Boip... itu tidak boleh ya. Boip kan sudah baca buku-buku motivasi jadi harus positif thinking. Astagfirullah 100x... Ampuni Boip ya Allah. Ya... maklumlah kalau mahal, itu kan ilmu. Emang gampang buat teori? Buat diagram yang bulet-bulet atau kotak-kotak itu emangnya gampang? Ilmu itulah yang buat mahal mas brooo...
            Aduuh saya takut dibilang klise ketika hendak mengetik, “bagaimana nasib masyarakat miskin?” Ada banyak jawaban untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mari mengucapkan Alhamdulillah karena terdapat internet yang menyediakan secara gratis yang memuat hasil pelatihan/seminar motivasi dan bersyukur karena tingkat pembajakan yang tinggi sehingga tersedia CD atau buku bajakan. Lha terus mbah-mbah atau bapak-bapak yang tidak kenal internet atau teknologi gimana? Ya, biarin. Derita mereka, bukan kita. Hehehe... bercanda.
            Pada hakikatnya banyak lho kisah-kisah atau serat-serat yang mengandung motivasi untuk kesuksesan materi, pengembangan diri, atau spiritual. Sayangnya, tradisi masyarakat kita tidak terlalu mengejar materi jadi sedikit susah (bukan berarti tidak ada) untuk menggali motivasi meraih kesuksesan materi. Meskipun ada kisah-kisah mencari kesuksesan materi, akan tetapi ujung-ujungnya akan berakhir pada spiritual. Permasalahannya kisah-kisah atau serat-serat itu memiliki kemasan yang dalam sudut pandang marketing tidak terlalu menjual karena terkesan jadul atau kuno. Bandingkan saja dengan pelatihan/seminar motivasi saat ini yang bertaburan istilah-istilah ilmiah dan terkesan modern yang didukung penelitian-penelitian ilmiah.
            Berbanding terbalik dengan budaya lokal yang terkesan kuno. Sebelum para wali, sebenarnya Islam sudah muncul di Jawa dan daerah-daerah di Nusantara lain. Akan tetapi, perkembangan Islam stagnan karena metode dakwah terbilang frontal. Karakteristik masyarakat Jawa yang lembut dan halus tentu saja akan menolak ketika ada yang berdakwah dengan penghakiman yang tidak secara langsung membid’ahkan atau mengkafirkan. Perubahan metode pendekatan dilakukan oleh para wali melalui berbagai cara, salah satunya melalui budaya. Saya ambil contoh wayang. Bukankah masyarakat zaman dahulu sudah mengenal wayang dengan kisah dan tentunya sudah banyak yang hafal? Tentu saja Para wali memahami hal tersebut, tetapi mereka melakukan revolusi pewayangan baik dari substansi, bentuk wayang dan juga bentuk pertunjukan yang hanya mempertontonkan bayangan. Hasilnya benar-benar membuat masyarakat tertarik. Saya yang pernah melihat wayang meskipun hanya bayangannya saja merinding dibuatnya.
Mungkin jika anda pernah membaca kitab Mahabharata asli, kemampuan memanah Arjuna karena Ia merupakan titisan Dewa Indra. Dalam pewayangan Jawa dikisahkan bahwa kemampuan Arjuna karena berlatih memanah sampai akhirnya ia menjadi ahli panah. Selain berlatih memanah, Ia juga dikenal sebagai ksatria yang rajin bertapa (puasa) agar mendapatkan ridho Allah. Setidaknya jika anda menonton kisah Arjuna dalam berlatih panah, mungkin anda tak perlu membaca buku 7 Habits Of Highly Effective People karya Stephen R. Covey. Atau memahami kisah pertemuan Bima dengan Dewa Ruci tentang hakikat kehidupan sehingga anda tak perlu repot-repot mengikuti pelatihan/seminar ESQ atau justru anda bisa meluruskan konsep ESQ perihal God Spot. Atau bagaimana anda akan memahami Jamus Kalimasada sebagai pusaka paling penting dalam kerajaan Amarta yang mengalami penggubahan berisi kalimat syahadat dan itu dijabarkan dengan terang.
Lantas letak relevansi akses masyarakat miskin dengan pelatihan/seminar motivasi? Ya itu tadi, tak ada akses. Bayar saja mahal bro... Akses internet pun juga tidak merata dan hanya yang bisa saja. Kisah-kisah atau serat-serat yang mengandung motivasi pun banyak yang dicap bid’ah, kafir, plural, atau liberal. Masyarakat jadi takut lah. Sayangnya, tradisi kita bertutur sehingga tak ada itu yang namanya diagram penjelas atau buletan-buletan dan kotak-kotak yang menjabarkan konten dari kisah-kisah atau serat-serat seperti halnya buku, pelatihan, atau seminar motivasi.

Jul 10, 2015

       Pada era digital sekarang ini, berbagai media internet mendominasi. Bentuk informasi lebih mudah didapatkan dan beberapa ada yang gratis meskipun ada juga yang masih menerapkan sistem langganan. Yah globalisasi 3.0, seperti penggambaran Thomas L. Friedman bahwa saat ini dunia semakin datar. Perkembangan semakin pesat. Ada suatu masa ketika saya rajin membeli atau membaca Majalah, Koran, atau tabloid. Suatu media yang sampai saat ini terbilang jadul, tapi dulu memiliki kenangannya tersendiri. Kenangan yang tumbuh seiring bertambahnya usia ini. Mungkin peralihan tersebut bisa anda lihat dalam film The Secret Life of Walter Mitty yang mengkisahkan peralihan majalah LIFE yang menghentikan penerbitan cetak menuju bentuk media online
.
1. BOBO
Gambar yang rutin muncul. hehehe

Yang pertama pasti BOBO lah... masak X-Hot? Hehehe... Ini majalah pertama yang dulu suka banget beli dan malah mengoleksinya. Selain berwarna, BOBO memiliki rubrik dan cerita-cerita yang menarik bagiku yang masih unyu itu. Ada Bona &Rongrong, Nirmala, Paman Kikuk, Hasta dan Asta. Masih teringat jelas BOBO pertama yang kubaca itu tentang mengupas film TITANIC dan sejarahnya. Bayangin aja, bacanya sekitar tahun 1996an. Nonton filmnya pas SD kelas 6. Selain tentang TITANIC, edisi peringatan film STAR WARS yang The PhantomManace juga masih membekas. Ada suatu kebiasaan saat membeli BOBO, yaitu ikut kuisnya. Alhamdulillah menang sekali dan berhak mendapatkan jaket Bobo berwarna kuning-hitam. FYI, BOBO ini bukan asli Indonesia melainkan Belanda. Kok tau? Ya, taulah namanya juga pembaca sejak kecil.

2. FANTASI

Saya ingat betul cover ini.
Dari segi konten dan bahasa, Fantasi beda jauh dengan BOBO. Jika BOBO terkesan membuatmu untuk lebih unyu, nah Fantasi ini membuatmu agar kelihatan keren. Apalagi ada rubrik tentang video game. Wiih cheatnya jadi kitab suci bagi gamer... zaman semono belum ada internet masuk kampung. Harap maklum ya. Dengan format tabloid dan kualitas kertas seperti koran, Babe sering agak sewot kalau saya beli tabloid ini karena bertebaran kertasnya hehehe... Ketika SMP, majalah Fantasi ganti format menjadi Fantasi Teen dan kabarnya sekarang menjadi Majalah Teen.




3. NYATA
Nyata & Bintang yang pernah rutin datang ke rumah
  Sebenarnya ini buka saya yang langganan, tetapi Babe yang suka ambil resep masakan di dalamnya. Konten beritanya yang enak dibaca membuat ada rubrik-rubrik khusus yang membuatku untuk pertama kalinya mengenal yang namanya berita. Jenis-jenis tulisan features membuat tabloid ini, dalam pandanganku, lebih unggul dibandingkan Nova atau Bintang. Sekarang mbakku yang rajin berlangganan tabloid ini.


4. X-Hot
Sebenarnya ini aib, tapi lebih baik saya jujur. Apalagi saat itu masih muda. Masa muda masanya berapi-api. Hahahaha... masa dimana rasa ingin tahu begitu tinggi. Terbit setiap Jumat (jika tak salah ingat), menjadi langganan teman di tetangga kelas. Saya jadi ikut nimbrung membacanya. Hahahaha dan ada sebuah insiden yang kocak terkait tabloid ini: Poster dipasang di kaca kelas yang memicu amarah guru. Hwekekeke... Bukan saya, tapi temanku. Saya hanya geleng-geleng sambil tepuk tangan.

5. MOVIE MONTHLY (M2)
Sisa Majalah M2 pasca Banjir
Hobi nonton film dari film anak-anak sampai dewasa membawaku pada sebuah majalah keren ini. Semasa SMA rajin banget baca majalah ini. Selain bonus poster yang keren, konten majalah M2 lebih variatif dan benar-benar menambah pengetahuan tentang perfilman. Saat itu, M2 bersaing ketat dengan Cinemags. Cinemags pada saat itu menurutku kurang tersistematis dan unggul dalam bonus yang lebih beragam, mulai dari poster, postcard, dll.
Logo M2 yang ikonik



6. ANIMONSTER
Thanx Animonster

Dulu sering pinjam majalah ini dari tetangga yang langganan. Sesama penyuka anime sih. Uniknya majalah ini yang saat itu belum pernah saya temui adalah covernya bolak balik. Edisi yang berkesan dan ingat sampai saat ini adalah edisi Tsubasa dan One Piece. Khusus edisi One Piece saya sudah tahu jika Ace akan mati. Tapi, anehnya sejak saya baca artikel di Animonster yang saat itu masih SMP, baru kuliah kejadian Ace mati. Setelah 14 tahun, majalah ini tutup usia.

7. HOT GAME
Edisi ketika Konsol Baru Bermunculan

Bayangin saja zaman ketika Nintendodan Sega masih berjaya, Hot Game merebut perhatian dengan membahas Playstation yang belum masuk desa kami. Hahaha... Banyak hal dibahas dalam majalah ini dan yang terpenting adalah Chea-cheat. Bonus poster Devil May Cry dengan Dante sempat menghiasi dinding kamar. Saingan majalah ini pada saat itu adalah GameStation dan Ultima.

8. SOCCER
Cover Soccer

Ini tabloid langganan sepak bola saya. Sampai yang jual akrab dan ganti generasi pun belinya tetap di situ. Pertama kali langganan ketika World Cup 2002. Tabloid Bola sebenarnya bagus juga tapi isinya beraneka ragam jenis olahraga dan tidak semua olahraga saya suka. Jadi ya mending beli Soccer. Selain isinya full tentang sepakbola, ada bonus rutin berupa poster yang tidak selalu Bola berikan. Dan menurutku, poster Soccer lebih natural dengan menampilkan sosok pemain di lapangan dibandingkan Bola yang sudah di edit backgroundnya. Sayangnya, akhir-akhir ini Soccer sulit didapatkan dankatanya sudah tidak terbit lagi.



9. SUARA MERDEKA
Saya baca koran ini di mading sekolah. Dan rubrik favorit tetap olahraga. Hehehehe... Jadi inget taruhan-taruhan serta ledekan-ledekan  zaman sekolah.


10. CINEMAGS


Majalah Cinemags


Saat M2 sudah tidak terbit dan Total Film mempergunakan bahasa yang aneh, Cinemags menjadi the final choice. Tidak rugi juga ternyata majalah ini sudah banyak berubah. Sekarang sudah lebih enak untuk diikuti dibandingkan dahulu. Kompatitor yang mulai bertumbangan memang membuat Cinemags merajai majalah perfilman di tanah air. Sekarang mereka memberikan bonus rutin berupa pembatas buku dan poster. Total Film pun sekarang berganti nama menjadi All Film yang lebih ramping dan sayangnya kwalitas cetaknya mudah lepas.

Total Film menjadi All Film

Jul 1, 2015

Pemain             : Meryl Streep, Philip Seymour Hoffman, Amy Adams, Viola Davis
Sutradara         : John Patrick Shanley
Naskah             : John Patrick Shanley
Durasi               : 104 Menit




            Ini film lumayan lama, namun gak jadul-jadul banget. Baru 7 tahun silam. Genrenya drama dan jarang yang suka film bergenre ini (salah satu alasannya karena bikin ngantuk). Sebenarnya, saya pun begitu akan tetapi pada kasus-kasus film tertentu saya sangat menyukai genre ini. Berbeda dengan genre scifi, horor, atau laga, film drama memiliki unsur-unsur fundamental pada film. Atau saya boleh mengatakan jika genre drama merupakan genre tertua dalam dunia perfilman. Hal prinsipil dalam film drama pada akting, cerita, penokohan, dialog, sinematografi dan hal lain yang ada pada sebuah film. Tengoklah American Beauty, Forrest Gump dan Birdman yang solid, Dialog-dialog cerdas dalam A Separation, 12 Angry Men, dan Dwilogi Before (Before Sunrise & Before Sunset,serie ketiganya menurutku kurang), serta plot-plot keren layaknya Shawsank Redemption, Fight Club, dan Amelie. Bukan pada penonjolan visual efeknya, make up, keseruan aksi pukul-pukulan (ya iyalah... namanya juga drama).
            Doubt salah satu film drama yang menurutku unik, terutama dari segi cerita dan dialog-dialognya. Bersetting pada tahun 1960an di sebuah sekolah Katolik, St. Nicholas. Berkisah tentang pencarian bukti atas kecurigaan kepada seorang Pastor yang baru saja dipindahkan ke St. Nicholas. Kecurigaan yang mengarah pada skandal Pedofilia. Tema yang menarik, yaitu tentang skandal pedofilia yang melibatkan aktor pada suatu lembaga keagamaan. Dua tahun pasca rilis film ini Paus Benedictus XVI meminta maaf pada korban pelecehan anak oleh para pastor. Entah ada keterkaitan pengaruh dari film ini atau tidak, yang pasti film ini mengangkat isu yang sangat sensitif. Ditambah seting tahun 1960an diskriminasi pada kulit hitam masih kuat.
            Film dibuka dengan gambaran suasana kota dan iringan alat musik. Khotbah Father Flynn merepresentasikan isi kisah dalam film. “The message of the constellations, had he imagined it because of his desperate circumstance? Or had he seen truth once...and now had to hold on to it without further reassurance?” ujar Father Flynn. Suster Aloysius, Kepala Sekolah St. Nicholah yang tegas, kaku, dan konservatif menaruh kecurigaan awal pada khotbah sang Pastur. Amy Adams berperan sebagai Suster James memiliki kepolosan dan keluguan dan tidak terlalu ambil pusing atas kecemasan dari Aloysius. Akan tetapi, kejadian demi kejadian yang dialami Donald Miller, seorang siswa kulit hitam pertama di sekolah tersebut membuat Suster James menjadi ikut curiga. Dimulailah kedua suster tersebut dalam mencari bukti dan informasi tentang kejadian yang melibatkan Father Flynn.
            Akting para pemain Doubt patut diacungi jempol. Meryl Streep yang keras kepala dan super menyebalkan, Amy Adams yang menggemaskan dengan keluguannya, Hoffman sebagai Pastur yang ramah tapi bisa meledak-ledak, dan tidak ketinggalan Ibu Miller yang diperankan dengan baik oleh Viola Davis. Tidak heran film ini mendapatkan lima nominasi Oscar tahun 2009 yang salah satunya untuk Aktor Terbaik dan Aktris Terbaik. Ditunjang dengan naskah yang kuat dan dialog-dialog yang cerdas membuat film ini semakin greget. Suasana sekolah yang sunyi menambah kesan misteri dan tidak menentu tentang kejelasan akhir kisah ini. Bahkan sampai akhir film berakhir pun tidak ada kesimpulan pasti dari film ini.
            Film ini memiliki pesan moral yang kuat. Bagaimana asumsi tanpa bukti dapat membuat suatu gosip/rumor. Pernyataan ini dianalogikan dengan cantik melalui bulu-bulu bantal yang terbang dibawa angin. Bahkan karena saking jengkelnya dengan sifat keras kepala Aloysius, Father Flynn berkata, “I can't say everything, you understand? There's things I can't say, even if you can't imagine the explanation, Suster. Remember, there are things beyond your knowledge. Even if you feel certainty, it is an emotion, not a fact.” Meskipun tidak ada kejelasan apakah Father Flynn melakukan tindakan asusila pada Donald Miller, cukuplah tangisan Suster Aloysius menjadi sebuah kesimpulan kisah dalam film ini. “I have doubts. I have such doubts.” ungkap Suster Aloysius dalam isak tangisnya. Tangisan yang menandakan suatu penyesalan yang selalu datang terlambat karena pada dasarnya penyesalan memang tidak pernah tepat waktu. Jika tepat waktu bukan penyesalan namanya, tapi disiplin. Yah, mungkin Suster Aloysius tidak/kurang mendengarkan khotbah Father Flynn sebab sibuk mengawasi anak-anak yang ramai atau tertidur saat khotbah berlangsung. Nasihat di dunia militer mungkin cocok untuk Suster Aloysius,”Jika anda ragu lebih baik kembali.” Kembali kemana? Ya, kembali ke akhir khotbahnya Father Flynn di awal film,
“..., doubt can be a bond as powerful and sustaining as certainty. When you are lost, you are not alone.”

Story: 7.7/10
Pemain: 8.3/10
Ending: 8.4/10
Overall:  8.4/10