Tentu saja
pernyataan tersebut saya tolak. Apapun argumentasi yang Benyo lontarkan dengan medhog kala itu. Sebaliknya, hidupku terlalu
riuh. Saya kasih satu bukti, konkret begitu riuhnya hidupku terutama perihal
janji.
Kesampingkan janji-janji
pada baliho yang bertebaran di jalan itu. Saya tak begitu menggubrisnya bukan
lantaran tak mengenal mereka, melainkan janji-janji pada baliho tersebut kerap
tak masuk akal sehingga sulit terealisasi. So,
buang jauh-jauh mengenai pembahasan itu.
Saya bermaksud
membahas janji yang lain. Yang sepele dan dari orang yang kukenal saja. Begitu banyak
janji yang mampir ke dalam telingaku, namun saya tak terlalu berharap mereka
memenuhinya. Banyak pelajaran yang dipetik dalam menulis janji tiap manusia
yang berjanji kepadamu. Entah itu berkaitan dengan dirimu atau sama sekali
tidak berkaitan padamu, alih-alih lebih kepada janji pribadi kepada diri
sendiri dan saya sebagai saksinya. Walaupun demikian, saya tetap menulisnya
untuk sekedar mengetahui seberapa serius dirinya atau kualitas pribadinya. Sebagai
catatan saja, tidak lebih.
Janji yang
sejauh ini kuingat, tetapi tidak kutulis adalah janji ayah untuk membelikan mainan
yang sedang ngetren. Ada juga janji-janji sepele yang sebenarnya tak penting
bagiku, tetapi mungkin penting bagi yang telah berjanji. Misalnya, ada yang
berjanji puasa mutih tujuh hari, tidak makan lagi di warung X, tak akan lagi
memakai baju berwarna biru. Masalah-masalah sepele yang sejujurnya sangat tidak
penting, dan saya harus menjadi pendengar sekaligus saksi. Tak semuanya sepele
sih, ada juga yang serius serta penting bagi dirinya dan sekali lagi tak
penting bagiku. Saya akan kembali memberikan contoh sebagai bukti, ada kisah
janji Life & Time Michael K yang berjanji untuk tidak memberikan
harapan pada orang yang suka dirinya, sedangkan Ia sendiri tak suka. Pada lain
kesempatan ada Josef K yang berjanji untuk presentasi buku yang saya sodorkan
padanya, hingga kini belum semuanya Ia presentasikan. Adapula yang pernah
berjanji tidak akan pacaran sebelum skripsinya kelar, lantas Ia lupa terhadap
janji tersebut. Ada juga sepupu yang berjanji untuk menjauhi mantannya, tetapi
kemudian saya tahu Ia tak bisa meskipun Ia sadar telah kena pelet atau
sejenisnya. Atau ada juga pria cengeng yang berjanji akan lebih baik dan
bertaubat, walaupun Ia sering mengulangi janji itu dan sejurus kemudian
melanggarnya. Dan itu berulang kali.
Ada banyak yang
berjanji dan saya menjadi saksi. Itu antara menyebalkan dan menyenangkan. Sebal
karena mereka melanggar janjinya sendiri dan memosisikan saya sebagai saksi
hanya sebatas candaan ala kadarnya. Menjadi saksi atas janji itu adakalanya
menyenangkan melihat orang tersebut melanggar sehingga saya dapat belajar
banyak dari manusia-manusia tersebut. Yah,
ada yang ingkar, namun tak sadar. Siapapun dia, termasuk saya. Pada pelbagai
situasi yang runyam, serius, dan di tengah gelak tawa kata meluncur begitu
saja: tanpa kendali dan cepat.
Kamu tak boleh
menyamakannya dengan Soekarno. Kata-kata yang keluar mampu membakar semangat
massa. Hati pendengarnya akan bergemuruh dan siap mengikuti tiap yang
diperintahkannya. Layaknya Hipnotis yang tak menghilangkan kesadaran manusia.
Rasional dan tak terbendung. Ia pun tetap setia pada Indonesia dan banyak
wanita.
Lain soal
dengan mereka yang kerap berjanji di hadapanku, tak ada kata yang mampu
menyakinkanku terhadap janji-janji mereka. Bahkan saya membuat sebuah
kesimpulan subjektif bahwa manusia yang banyak berjanji lebih mudah lupa akan
janjinya. Janganlah mudah percaya padanya.
Kalau saya pribadi
masih ingat hanya saja belum terlaksana. Contohnya, ada janji mentraktir
seseorang tetapi belum ada waktu karena sibuk (entah Ia atau saya). Saya juga
pernah berjanji untuk membelikan baju yang seragam, namun belum kesampaian. Ini
janji yang sudah lama, tapi masih saya ingat yaitu mengajak seseorang jalan-jalan
bila skripsinya telah usai. Dan terakhir yang masih segar dalam ingatan ialah
saat saya berjanji presentasi empat buku, tetapi belum terpenuhi karena pada
hari senin yang telah kujanjikan tiada yang datang dan saya harus menunggu
sambil dikerubungi nyamuk. Alhasil, saya pun pulang karena saya bosan menunggu.
Pada sisi lain, ada rasa takut bila janji yang belum terpenuhi tersebut
mengganjalku di akhirat kelak. Jangan
tanyakan padaku apakah mereka memiliki ketakutan yang sama sepertiku atau tidak.
No comments:
Post a Comment