Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Nov 19, 2017

JANJI

Hidupmu itu sunyi, mas,” ungkap Benyo saat itu.
Tentu saja pernyataan tersebut saya tolak. Apapun argumentasi yang Benyo lontarkan dengan medhog kala itu. Sebaliknya, hidupku terlalu riuh. Saya kasih satu bukti, konkret begitu riuhnya hidupku terutama perihal janji.
Kesampingkan janji-janji pada baliho yang bertebaran di jalan itu. Saya tak begitu menggubrisnya bukan lantaran tak mengenal mereka, melainkan janji-janji pada baliho tersebut kerap tak masuk akal sehingga sulit terealisasi. So, buang jauh-jauh mengenai pembahasan itu.
Saya bermaksud membahas janji yang lain. Yang sepele dan dari orang yang kukenal saja. Begitu banyak janji yang mampir ke dalam telingaku, namun saya tak terlalu berharap mereka memenuhinya. Banyak pelajaran yang dipetik dalam menulis janji tiap manusia yang berjanji kepadamu. Entah itu berkaitan dengan dirimu atau sama sekali tidak berkaitan padamu, alih-alih lebih kepada janji pribadi kepada diri sendiri dan saya sebagai saksinya. Walaupun demikian, saya tetap menulisnya untuk sekedar mengetahui seberapa serius dirinya atau kualitas pribadinya. Sebagai catatan saja, tidak lebih.
Janji yang sejauh ini kuingat, tetapi tidak kutulis adalah janji ayah untuk membelikan mainan yang sedang ngetren. Ada juga janji-janji sepele yang sebenarnya tak penting bagiku, tetapi mungkin penting bagi yang telah berjanji. Misalnya, ada yang berjanji puasa mutih tujuh hari, tidak makan lagi di warung X, tak akan lagi memakai baju berwarna biru. Masalah-masalah sepele yang sejujurnya sangat tidak penting, dan saya harus menjadi pendengar sekaligus saksi. Tak semuanya sepele sih, ada juga yang serius serta penting bagi dirinya dan sekali lagi tak penting bagiku. Saya akan kembali memberikan contoh sebagai bukti, ada kisah janji Life & Time Michael K yang berjanji untuk tidak memberikan harapan pada orang yang suka dirinya, sedangkan Ia sendiri tak suka. Pada lain kesempatan ada Josef K yang berjanji untuk presentasi buku yang saya sodorkan padanya, hingga kini belum semuanya Ia presentasikan. Adapula yang pernah berjanji tidak akan pacaran sebelum skripsinya kelar, lantas Ia lupa terhadap janji tersebut. Ada juga sepupu yang berjanji untuk menjauhi mantannya, tetapi kemudian saya tahu Ia tak bisa meskipun Ia sadar telah kena pelet atau sejenisnya. Atau ada juga pria cengeng yang berjanji akan lebih baik dan bertaubat, walaupun Ia sering mengulangi janji itu dan sejurus kemudian melanggarnya. Dan itu berulang kali.
Ada banyak yang berjanji dan saya menjadi saksi. Itu antara menyebalkan dan menyenangkan. Sebal karena mereka melanggar janjinya sendiri dan memosisikan saya sebagai saksi hanya sebatas candaan ala kadarnya. Menjadi saksi atas janji itu adakalanya menyenangkan melihat orang tersebut melanggar sehingga saya dapat belajar banyak dari manusia-manusia tersebut. Yah, ada yang ingkar, namun tak sadar. Siapapun dia, termasuk saya. Pada pelbagai situasi yang runyam, serius, dan di tengah gelak tawa kata meluncur begitu saja: tanpa kendali dan cepat.
Kamu tak boleh menyamakannya dengan Soekarno. Kata-kata yang keluar mampu membakar semangat massa. Hati pendengarnya akan bergemuruh dan siap mengikuti tiap yang diperintahkannya. Layaknya Hipnotis yang tak menghilangkan kesadaran manusia. Rasional dan tak terbendung. Ia pun tetap setia pada Indonesia dan banyak wanita.
Lain soal dengan mereka yang kerap berjanji di hadapanku, tak ada kata yang mampu menyakinkanku terhadap janji-janji mereka. Bahkan saya membuat sebuah kesimpulan subjektif bahwa manusia yang banyak berjanji lebih mudah lupa akan janjinya. Janganlah mudah percaya padanya.
Kalau saya pribadi masih ingat hanya saja belum terlaksana. Contohnya, ada janji mentraktir seseorang tetapi belum ada waktu karena sibuk (entah Ia atau saya). Saya juga pernah berjanji untuk membelikan baju yang seragam, namun belum kesampaian. Ini janji yang sudah lama, tapi masih saya ingat yaitu mengajak seseorang jalan-jalan bila skripsinya telah usai. Dan terakhir yang masih segar dalam ingatan ialah saat saya berjanji presentasi empat buku, tetapi belum terpenuhi karena pada hari senin yang telah kujanjikan tiada yang datang dan saya harus menunggu sambil dikerubungi nyamuk. Alhasil, saya pun pulang karena saya bosan menunggu. Pada sisi lain, ada rasa takut bila janji yang belum terpenuhi tersebut mengganjalku di akhirat kelak.  Jangan tanyakan padaku apakah mereka memiliki ketakutan yang sama sepertiku atau tidak.

No comments:

Post a Comment