Beberapa bulan terakhir, aku
dipaksa mengangkrabkan diri dengan angka. Padahal dulu kami begitu akrab.
Selepas lulus SD, angka nampak berbeda. Ia jadi lebih ruwet dan berderet. Perlu
dicatat, yang kumaksud di sini adalah angka arab, bukan romawi. Yup, angka yang
berakar dari india, dipergunakan bangsa arab, dimodifikasi dan diperkenalkan
oleh al-Khawarizmi. Panjang betul sejarahnya jadi kuringkas saja dalam satu
kalimat.
Kubaca terjemahan The Wealth of Nations yang tebalnya
hampir seribu halaman itu untuk menyiasatinya. Nyatanya, tidak banyak angka
dalam buku itu. Tanpa kusadari, setiap penghitungan ekonomi dalam buku tersebut
kerap terlewati. Alam bawah sadarku malah mempelajari konsep ekonominya dan tak
memedulikan angka-angkanya. Apesnya, semua itu kusadari setelah usai membaca
bukunya. Aku mengulanginya lagi, namun tetap enggan untuk fokus pada angka.
Mau tidak mau, kulakukan tugasku
pada kondisi belum begitu akrab. Aku pun memulai survei harga pasar. Kupilih cara
melalui online terlebih dahulu. Sambil berselancar terbersit pikiranku perihal
perusahaan-perusahaan startup berstatus unicorn. Persaingan mereka begitu
mengerikan. Terus menerus membakar uang, padahal belum mendapatkan keuntungan
sama sekali. Isinya rugi terus. Yah, namanya rintisan pada era kekinian memang
lebih mengejar valuasi daripada profit. Langkah ini cukup wajar sebagai upaya
memberikan edukasi era industri 4.0 melalui disrupsi untuk mengalahkan pemain
lama (jual-beli konvensional).
Keuntungan? Yang ada malah
kerugian besar. Semua hal ini akan terus terjadi hingga diketahui siapa
pemenangnya. Kamu boleh menyebutnya sebagai pemenang yang memegang monopoli
atau kartel. Lihatlah Gugle dengan gmel, youcup, dan androidnya. Atau facebuk dengan instogram dan watsapp
nya. Lantas, bagaimana dengan Compassionate
Capitalism karya Blaine Bartlett dan David Meltzer? Terlalu panjang dan
melelahkan untuk diuraikan pada catatan yang malas ini.
***
Pada sela waktu menunggu
jemputan survei, ada seorang yang ingin konsultasi tulisan. Aku membolak-balik
draft tulisan tersebut, sambil mendengarkan dia berceloteh tentang latar
belakang dan rintangannya dalam menulis. Aku meliriknya yang masih saja
bercerita.
“Kok cuma gini?” tanyaku. Ia
menjawabnya dengan berkilah. “Kalau begitu rugi dong. Usaha yang kau ceritakan
sejak tadi tidak menunjukkan hasil yang maksimal.”
Ia akhirnya diam. Aku masih
mencorat-coret draft itu dan kuserahkan padanya untuk diperbaiki.
Aku melihatnya melangkah pergi
dengan gontai. Mungkin terdengar sedikit kejam. Akan tetapi, itu untuk
memberikan kesadaran padanya. Bayangkan, ia telah membaca buku yang
kurekomendasikan. Tetapi, ia membohongi hampir semua orang untuk pergi kencan.
Bahkan melakukan pemberontakan kecil-kecilan dengan orang tuanya. Menjelang
hari pengumpulan, dia baru menulis. Diselingi perdebatan dengan si pacar yang
tidak ia ceritakan sebabnya. Sedikit makan dan tidur. Hasilnya, draft tulisan
amburadul. Terlalu banyak deskriptif tambal sulam tanpa analisis.
Ponselku telah berbunyi, tanda
jemputan telah datang.
Semua ini kulakukan karena barang-barang
yang kucari ternyata sangat sulit diperoleh di internet. Mungkin karena terlalu
spesifik atau modelnya sudah tidak diproduksi lagi. Satu-satunya cara, ya, survei
lapangan.
Begitu banyaknya mall di kota
ini. Kuputuskan untuk survei yang besar-besar saja atau kemungkinan terdapat
barang yang kucari.
Ajaibnya, di berbagai tempat
yang kukunjungi selalu saja bertemu dengan orang yang kukenal. Entah itu kenalan
lama, orang-orang dekat atau teman-teman yang sudah bertahun tak jumpa. Secara
tak sengaja aku dipertemukan dengan mereka yang pernah hadir dan singgah dalam
kehidupanku. Ada yang menyapa duluan, terkadang aku yang menyapa mereka, dan
beberapa kubiarkan karena takut mengganggu aktivitas mereka.
Pada perjalanan mengunjungi
beberapa outlet di beberapa mall, aku
bertanya-tanya sampai kapan perang dagang antara penjual konvensional dan e-commerce berlangsung? Ruko-ruko yang hanya
mengandalkan pengunjung tanpa mengikuti perkembangan era digital banyak yang
merugi, startup yang kurang modal pun
silih berganti tumbang. Yah, cukup masuk akal bagi pelapak kekinian yang
menyebar jaring dengan membuka toko di berbagai marketplace dan platform
online sembari membangun tempat bisnis di dunia nyata.
Data sudah terkumpul dan
kuputuskan pulang. Dari dalam kendaraan kulihat banyak toko dan muda-mudi
berseliweran. Melihat mereka aku teringat kalimat dari Bu Yas. Fase pertama
‘cinta’ adalah fase kepalsuan-kepalsuan. Yang cowok kelihatan baik dan loyal, yang
cewek kelihatan taat dan perhatian. Inilah yang katanya orang sekarang disebut
cinta, tetapi sebetulnya hanyalah imajinasi belaka. Mereka membayangkan
keindahan semu. Itulah, cobaan Allah yang pertama. Fase kepalsuan ini sama
sekali tidak dapat memprediksi apa yang bakal terjadi karena pada dasarnya
mereka hanya mencintai dirinya sendiri dan ingin menyenangkan diri sendiri.
Gabungan antara produksi hormon dan dorongan imajinasi malah memperburuk
situasi di lingkungan keluarga dan teman. Dampaknya, hubungan mereka semakin
rumit dan penuh masalah. Ketika berumah tangga malah muncul berbagai kekecewaan
dan rasa hambar. Aku pernah ditanya solusi masalah ini. Kujawab tidak ada.
Setiap dosa terdapat sanksi dari Allah. Itulah konsekuensinya dan terimalah
sanksinya oleh sebab caranya sudah salah.
***
Esoknya, di depanku sudah ada
bertumpuk-tumpuk kertas yang perlu kuperiksa. Ketika kubuka isinya angka semua.
Aku coba mengakrabkan diri dengan angka-angka itu. Dua puluh menit kami
berdialektika. Namun, setelah itu berkali-kali aku mengalami microsleep.
Mak
klutik. Kepalaku terantuk tumpukan kertas. Orang-orang di ruangan
kecil dan ber-AC itu tertawa karena kejadian itu.
“Goblok banget,” ucapku dalam
batin sambil senyam-senyum.
NB: Dengan demikian, inilah postingan terakhir tentang Catatan Si Pemalas di blog ini. Di tengah perjalanan memang rencananya akan kuakhiri pada edisi #25. Masih ada satu catatan kecil sebagai salam terkahir pada blog ini karena telah menemani selama bertahun-tahun. Pastinya, saya tidak akan berhenti menulis. Mungkin bentuk tulisan atau tempatnya saja berubah.
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
ReplyDeleteDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny