Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Jan 30, 2018





Judul               : Petualangan Don Quixote
Penulis            : Miguel De Cervantes
Penerjemah   : Muajib
Penyunting     : Fahrudin Nasrulloh AM
Penerbit         : Immortal Publisher
Cetakan          : I, Agustus 2017
Tebal              : 124 halaman

            Don Quixote. Nama yang tak asing, tetapi banyak orang tak begitu mengenalnya dengan baik. Bagi pembaca Indonesia yang kesulitan berbahasa asing hanya mengenalnya sekilas, entah dalam bentuk buku dongeng anak, berbentuk puisi maupun sempalan kata di dalam jurnal atau buku. Banyak diperbincangkan, namun terkesan diremehkan karena belum ada buku yang menampilkannya secara utuh dalam bahasa Indonesia.
            Siapa juga yang hendak bersusah payah menghadirkan seorang pria paruh baya yang membuat kekacauan karena gagasan, mimpi, dan imajinasinya? Benar, pria paruh baya itulah Don Quixote. Ia berimajinasi melakukan petualangan dengan menjadi kesatria yang melawan penyihir, prajurit dan raksasa. Layaknya seorang kesatria yang kesepian, Ia mendambakan seorang perempuan bernama Dulcinea del Toboso sehingga setiap orang yang ditemuinya harus mau mengakui kecantikan sang putri. Petualangan yang dilakukan Don Quixote tak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga orang lain. Kekacauan demi kekacauan terjadi karena Don Quixote memaksakan imajinasi dan gagasa-gagasan liarnya ke dalam dunia nyata yang tak mampu dipahami oleh orang-orang yang ditemuinya.
            Don Quixote bagi pembacanya merupakan buku yang kaya akan makna dan simbol. Layaknya satire yang hadir dalam nuansa gempuran karya sastra romansa dan kepahlawanan kala itu. Tak mengherankan bila karya ini dianggap sebagai pendobrak corak baru sastra dunia. Kegilaan terhadap kisah-kisah satria di medan perang, putri cantik yang luhur pekerti, dan kisah imajinatif lainnya yang dihadapkan pada realitas yang bertolak belakang.
            Kepopuleran Don Quixote dapat dikaitkan dalam berbagai permasalahan kekinian. Misalnya, politik. Don Quixote tak lagi menunggang kuda, melainkan mobil. Ia mendapatkan legitimasi menjadi kesatria yang terhormat setelah memberikan kegelisahan dan ketakutan yang tak disadarinya. Mereka berpetualang hingga melawan petugas yang membawa pelaku kejahatan, bahkan melawan para raksasa yang sebenarnya tiang listrik.
            Selain itu, Don Quixote yang jomblo nan kesepian juga dapat ditemui dalam komunitas role play. Manusia-manusia yang saling bertukar peran dan terkadang pasangan yang belum pernah mereka temui. Imaji, imitasi, dan realitas luruh. Seperti halnya Don Quixote yang terjebak di dalam jagad hiperrealitas. Realitas menghilang karena longsoran simulasi.
Tak lupa Don Quixote juga punya pengikut seperti Sancho Panza. Pelayan setia yang terbuai janji-janji Don Quixote untuk memberikan sebuah pulau dan kekayaan. Meskipun begitu, pada lain kesempatan sang pelayan mengatakan bahwa tuannya gila. Barangkali kita juga sering menemui manusia seperti Sancho Panza yang realistis sekaligus terjebak dalam buaian mimpi.
Membaca Don Quixote tanpa membahas perihal kegilaan nampaknya kurang lengkap. Tema kegilaan menjadi pertanyaan yang terus muncul selama membaca karya Cervantes ini. “Apakah Don Quixote gila? Ataukah orang-orang yang ia temui yang justru gila?” Cervantes membiarkan kita untuk membuat suatu kesimpulan sendiri tanpa memberikan jawaban yang lugas. Bahkan seluruh penghuni penginapan mendukung Don Quixote saat seorang Barbar meminta baskom miliknya dipergunakan Don Quixote sebagai pelindung kepala. Apakah kegilaan dapat menular? Entahlah, mungkin Michel Foucault dapat menjawabnya.
***
Sejujurnya hal pertama yang menarik dari buku berjudul “Petualangan Don Quixote” ini adalah sampul yang menarik karena kesederhanaan dan warnanya. Selain itu, harganya murah dan ketebalan buku yang tipis. Saya curiga dengan buku ini merupakan retold atau resume dari karya Cervantes yang tebal itu. Sangat tipis dibandingkan halaman buku Don Quixote dalam versi bahasa lain yang pernah saya baca (Penerjemah Tom Lathrop; Penguin, 2011). Sayangnya, penerbit tidak memberikan informasi tentang buku asal terjemahan karena Don Quixote telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa dengan banyak versi. Saya tetap percaya bahwa tiap penerjemah memiliki rasa yang berbeda dalam menerjemahkan sehingga ada hal-hal yang kadang tak mampu kita tangkap saat membaca dalam versi bahasa lain. Ada beberapa bagian yang dalam versi lain terasa kocak dan satire kemudian menjadi biasa saja dalam buku tersebut. Sebaliknya, bagian tertentu yang biasa saja justru dalam buku ini membuatku terpingkal-pingkal, terutama saat pertarungan dengan pendeta.
Bagaimanapun, kehadiran Petualangan Don Quixote perlu diapresiasi. Meskipun hadir dalam bentuk sederhana dan terdapat kesalahan pengetikan. Petualangan Don Quixote mempergunakan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti sehingga sangat cocok sebagai pengantar tidur anak-anak. Semoga saja buku ini menjadi pemacu untuk menyajikan terjemahan Indonesia dalam bentuk utuh. 

Jan 26, 2018





"Listen to the silence inside the illusion of the world"
-Jack Kerouac
            
Mendadak keinginan itu membuncah. Melakukan perjalanan ke kota-kota dengan berkendara motor. Seperti dulu-dulu. Pasca kematian Mr. No Brake, keinginan tersebut sirna terlebih melihat jalan sudah seperti belantara yang buas. Akan tetapi, beberapa minggu terakhir keinginan tersebut muncul lagi. Bermula dari perjalanan pulang dari Pulau Sembilan, saya turun dari mobil dan meminta berkendara seorang diri. Kemudian berlanjut ketika pulang ke Rembang, saya paksa motor melakukan perjalanan dari Madura hingga Rembang.
            Saya tak tahu apakah itu rindu atau pelampiasan. Rindu oleh sebab lamanya saya tak berkendara melintasi kota yang berjarak jauh. Rindu singgah dan berjumpa dengan orang-orang baru dengan berbagai kisah mereka yang unik. Atau kisah di dalam perjalananku sendiri yang kadang menarik. Rindu berkendara sambil merenung serta mejelajahi waktu dan ruang yang kusinggahi. Memahami devaluasi waktu dan ruang agar tidak mati dan terus bergerak dialektis. Ziarah-ziarah kecil masa-masa silam yang mampu kujangkau. Menelusuri ruang skeptis dan harapan dari artefak atau reruntuhan yang tersisa. Hasilnya boleh dikatakan sedikit arbitrer daripada saya pulang tanpa manfaat. Setidaknya, sebelum saya pulang harus dapat melihat visi pada waktu dan ruang layaknya berbagai perjalanan Nabi Muhammad SAW.
            Perjalanan ini juga sebagai momentum pelampiasan. Jauh-jauh sebelum menerima tugas sebagai penjaga benteng, ada keinginan melanjutkan perjalanan yang dahulu terhenti. Baiklah, saya pergunakan kata “tertunda” saja karena rasa itu masih ada. Tentunya bukan perjalanan dengan berkendara motor, melainkan berjalan kaki menjelajah Nusantara dan jikalau dapat seluruh muka bumi. Label mudah bosan dan tak bisa diam tak sepenuhnya salah, tetapi juga tak bisa dibenarkan. Kadang saya bisa anteng dan juga bisa pewe, tergantung mood. Lha, malah memunculkan label baru: ruwet. Wes mbuh lah.
            Intinya, rencana saya gagal total kalau boleh dikatakan tertunda. Wasiat ayah yang kulaksanakan dengan setengah hati dan banyak bermain malah membawaku pada tugas yang diberikan sebagai penjaga benteng. Benteng yang belum pernah kulihat dan ketahui kondisinya. Di sana saya harus diam menjaga, sesekali bergerak mengawasi dan mengamati, sibuk menggosok batu akik yang ada, dan sesekali memahat kayu.
            Pelampiasan ini tak berjalan mulus karena saat malam kuhabiskan waktu di rumah kawan. Bukan dijalanan. Tingkat keintimannya sedikit berkurang, tetapi tak apa karena menyambung silaturahmi itu juga penting. Perjalanan untuk menyusuri muka bumi dan menuju langit kurang maksimal.
            Menjelang akhir perjalanan ketika matahari tak terlalu terik, mata sudah mulai mengantuk, dada rusuk, perut, dan tangan yang dibalut koyo karena kram sehingga menyulitkan dalam berkendara, pertolongan Allah pun datang. Saya naik mobil Polisi sehingga perjalanan lebih singkat. Motor? Motorku berjejer gagah diantara motor lainnya diatas mobil pick up dinas Kepolisian.

Rembang, 25/1/2018
           


                         

Jan 17, 2018



Tiba-tiba ingin membuat lagu tentang bunga lily. Liriknya kurang lebih seperti di bawah ini. Mungkin akan ada perubahan juga. Nunggu Ghinan selesai sidang hehehehe


Di lembah
kuingin engkau tumbuh tanpa tersentuh
percikan cahaya sebuah kota
penuh ilusi, meluap fantasi
wajah-wajah tanpa ungkapan

Biarkan Lily beristirahat dengan mimpi,
terlempar bayang permukaan rembulan,
menyusuri jalan berkelok nan sunyi
tuk menggapaimu, menatapmu
dalam keheningan yang jauh nan jujur
nadaku tak menyentuhmu
tatapku tak sampai bahumu
mataku bukanlah namamu

apakah aku kan membiarkanmu menyatu dengan pusaran masa?
Seluruh harap kan tercapai, jika kau merapal doa.
Pria tanpa jawaban

saat langkahku kan pergi
langkahku kembali
siang yang dingin
malam yang terbakar
menepis dingin yang membakar