Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Feb 15, 2015

Ketika SMP saya sangat menyukai sebuah film dengan spesial efek visual yang keren dan megah. Ledakan dan berbagai adegan tak logis membuat saya begitu terpesona layaknya anak kecil yang penuh imajinasi (memang masih kecil saat itu). Lambat laun ternyata efek visual juga tak melulu ledakan ataupun adegan-adegan keren, lebih dari itu efek visual juga memerlukan akting karena perkembangan motion capture. Daripada nganggur dan otak jadi kaku mending saya melemaskannya dengan mengetik sesuatu yang ringan-ringan saja (yang berat disimpan untuk mikir tesis hehehe). Yap… The Best Visual Effect Academy Award 87th menampilkan 5 nominasi film: Captain America: The Winter Soldier, Dawn of the Planet of the Apes, Guardians of the Galaxy, Interstellar dan X-Men: Days of Future Past.

Walaupun tidak terlalu menyukai franchise nya, secara objektif saya mengakui Dawn of the Planet of the Apes memiliki efek visual yang waah. Film lain yang dinominasikan sebagai efek visual terbaik memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Masing-masing memiliki kekuatan tersembunyi untuk menyeruak memenangkan oscar.

Mari tengok Captain America: The Winter Soldier yang cukup menyita perhatian saya. Pasalnya, seri pertama yang biasa saja membuatku malas untuk melirik yang kedua. Namun, Scarlet Johansson yang kemudian membuatku merubah niat. Hehehe… Mulai dari gaya bertarung sampai efek visual diperbaiki kualitasnya. Mungkin menyusul kesuksesan The Avangers yang membuat sang Captain tampil lebih percaya diri. Saya senang melihat Falcon menghindari tembakan bertubi-tubi pesawat sambil meliuk-liuk di udara. Adegan terakhir yang menjadi klimaks menandakan perbedaan nyata antara seri pertama dengan kedua dari film ini. Dibandingkan melihat efek visual Captain America: The Winter Soldier saya lebih tertarik menonton adegan baku hantamnya. Menurutku, Transformers: Age of Extinction atau The Hobbit: The Battle of the Five Armies lebih cocok menggantikan Captain America: The Winter Soldier sebagai nominasi efek visual terbaik.
Ada salah satu adegan yang membuatku terpana sekaligus kagum dari X-Men: Days of Future Past, yaitu ketika Quicksilver mengobrak-abrik pentagon, khususnya ketika di dapur. Bagi yang sudah menonton film ini pasti akan berpendapat serupa. Ada lucu, keren dan memorable pada adegan tersebut. Slow motion nya mengingatkan kita pada The Matrix atau saya boleh mengatakan terinspirasi dari film yang dibintangi Keanu Reeve tersebut. Pertarungan dengan Sentinel pun perlu menjadi catatan juga. Nampaknya kekuatan/penyebab utama efek visual film ini karena adegan Quicksilver.

Para penikmat film memiliki ekspektasi tinggi pada film garapan baru Christoper Nolan, Interstellar. Pasca Inception yang meraih efek visual terbaik Oscar ke 83, banyak pihak mengharapkan film ini menyajikan efek visual yang lebih. Menggabungkan efek dari film Inception dan Gravity dengan imajinasi ala 2001: Space Odyssey membuat film ini berbeda dengan karya Nolan lainnya. Gemuruh badai pasir, keheningan di luar angkasa, tsunami di Planet Miller, kecantikan warmhole, sampai visualisasi 5D merupakan kekuatan dari film ini. Tontonlah dan anda akan mengerti.
5 Dimensi alan Nolan

Guardians of the Galaxy (GoG) sama kuatnya dengan Dawn of the Planet of the Apes (DPA). Rocket dan Groot mampu membuat kita tertawa, sedangkan para simpanse membuat kita bersimpati atas emosi mereka. Untuk para tokohnya, GoG mengandalkan efek CGI sedangkan DPA menggunakan motion capture. Kedua film ini memiliki efek visual yang merata, dari awal sampai akhir. 
Scene pembuktian Yondu yang ternyata kuat juga
GoG memberikan nuansa pertempuran luar biasa di angkasa ditambah karakter lucu Rocket dan Groot. DPA menampilkan detail hutan dan reruntuhan kota serta para simpanse yang penuh emosional. Bila memilih dua, saya akan memilih kedua film ini. Tetapi pemenang selalu berdiri seorang diri, jadi saya lebih memilih DPA sebagai efek visual terbaik.

Diplomasi ala Para Simpanse


Feb 14, 2015


Film yang sukses membuatku menonton dua kali karena diangkat dari novel The Double karya Jose Saramago yg surealis dan penuh simbol.
Seperempat film penuh nuansa mencekam dan misteri yang kemudian beranjak pada sesuatu yang aneh. Kisah kembar identik (suara, rupa sampe bekas luka) tpi beda karakter. Mirip-mirip film The Double yg diadaptasi dari karya Fyodor Dostoyevsky.
Keywordnya ada di depan: Chaos is order yet undeciphered... hahaha lalu laba-laba yang diinjak. Surealisme dalam bentuk laba-laba merupakan simbol dari kecemasan, ketakutan dan kecerdasan. Ceritanya sederhana tapi dibuat berantakan agar kita bisa menyusun puzzle-nya. Seseorang yang memiliki kepribadian ganda yang ingin meninggalkan selingkuhannya untuk kembali pada istrinya.
Cerita:  7.9/10
Pemain: 8.2/10
Ending:  9/10
Overall: 8.4/10


Feb 11, 2015

            

             Bingung karena beasiswa belum cair yang berdampak pada belum bisa membayar semesteran dan tentu saja menunda sidang proposal tesis (syaratnya sidang proposal adalah tidak memiliki tanggungan biaya semesteran), so mari kita bicarakan Film Terbaik dalam Academy Award 86th. Nominasi kali ini menampilkan film American Sniper, Boyhood, Birdman, The Grand Budapest Hotel, The Imitation Game, Selma, The Theory of Everything, Whiplash. Mari kita bicarakan satu-satu.
            American Sniper. Jangan ditanya mengapa film ini masuk nominasi oscar. Jelas alasannya, Patriotisme. Amerika memang menggandrungi film dengan tema patriotisme. Apalagi film ini menceritakan tentang Chris Kyle, sniper legengaris AS yang telah membunuh lebih dari 160 orang (konon menjadi salah satu sniper paling mematikan di dunia). Dan pantas jika rakyat AS mengenal dekat tokoh ini dan menjadi box office. Menurut saya, kualitas film ini biasa saja. Saya tidak terlalu mengenal dekat dengan Kyle dalam film. Berbeda jika saya bandingkan dengan Enemy At The Gate yang kita bisa mengenal lebih dekat dengan Vasily Zeitsev. Persaingan antara Kyle dan Mustafa pun tidak seseru Zeitsev melawan Major Koenig. Akting Bradley Cooper pun tidak seistimewa ketika berperan di Silver Linings Playbook. Bila disandingkan dengan The Hurt Locker maupun Platoon yang sama-sama mengangkat patriotisme AS yang suka berperang, American Sniper masih belum memenuhi ekspektasi sebagai pemenang Film terbaik.
            Boyhood. Film yang biasa saja. Akan tetapi karena biasa itulah menjadi luar biasa. Kisah perjalanan anak kecil sampai remaja direkam dengan apik. Kita seperti mengenang perjalanan hidup kita dengan segala kebiasaan dan perkembangan psikologisnya terutama bagi anak yang broken home. Pembuatan film yang selama 12 tahun menunjukkan dedikasi yang luar biasa. Jika melihat dedikasinya, Linklater pantas meraih Best Directed. Karya Orisinal yang menyentuh.
            Birdman. Drama humor absurd yang menawan. Bagi penonton awam mungkin tak begitu memahami film ini. Keaton menampilkan sosok aktor mantan superhero yang pensiun dan redup popularitasnya dan mencoba mengembalikan kembali bintangnya melalui theater. Sepanjang film anda akan bertanya-tanya, apakah Riggan memiliki kekuatan super ataukah itu hanya imajinasinya? Jawabannya akan anda temukan pada akhir film dengan sebuah senyuman sambil memaki di dalam hati. Antara Riggan dengan Keaton memiliki kesamaan, yaitu sama-sama pernah berperan sebagai super hero. Riggan sebagai Birdman dan Keaton sebagai Batman karya Tim Burton. Inilah yang membuat aktingnya mampu memukau kita dengan segala kerumitan dalam dirinya. Good Job!
            The Grand Budapest Hotel. Saya menyukai film dengan seluruh kekonyolan orisinal khas Wes Anderson. Film mewah nan megah dengan plot rumit, namun gaya bertutur yang sederhana. Banyak warna kontras membuat ceria dan menyenangkan. Anda akan terhibur dengan segala keanehan film ini dan mungkin beberapa tahun ke depan film ini masih akan menjadi perbincangan. Diisi dengan pemain-pemain yang mumpuni menambah kuat kesan mewah. Tetapi, bila menilik kebiasaan Oscar untuk film terbaik nampaknya film ini harus mengalah dengan film lain. Atau pihak panitia ingin menambah gaya baru dalam pemenang film terbaik oscar.
            The Imitation Game. Ada sebuah rumus bahwa jika ingin menang dalam oscar, kita harus membuat film tentang tokoh besar. Mulai dari film Gandhi, Braveheart (William Wallace), A Beautiful Mind (John Nash), sampai The King’s Speech (King George VI). Film ini memenuhi rumus tersebut karena inilah film yang berkisah tentang Alan Turing. Siapa Alan Turing? Simpelnya adalah dia peletak dasar dari evolusi komputer. Tanpa jasa Turing mungkin kita tak akan bisa menikmati yang namanya komputer. Tiga timeline dihadirkan dalam film ini. Saat Turing masih remaja yang penuh bullying dan cinta pertamanya, saat perang dunia II berlangsung dan pasca perang dunia II. Kita dibawa pada dunia Turing yang rumit dengan segala perhitungannya dan kepribadiannya. Dan Benedict mampu memuaskan saya dengan film ini. Adegan bunuh dengan apel yang dicampur sianida pun tak perlu kita tonton unuk mendapatkan kompleksitas pada diri Turing. Saya menjagokan film menang sebagai film terbaik.
            Selma. Seperti halnya The Imitation Game, film ini juga menerapkan rumus yang sama. Kali ini tokohnya Martin Luther King Jr. Di samping itu, film menerapkan rumus lain yang kerap menang oscar, yaitu HAM. Persamaan hak, diskriminasi minoritas, dan rasial merupakan hal-hal sensitif yang mampu meraih simpati dewan juri oscar. Tengoklah 12 Years a Slave misalnya. Secara subjektif, saya lebih menyukai The Help dibandingkan film ini meskipun memiliki tema yang sama. Adakalanya kuda hitam memang mampu mengejutkan dan muenyingkirkan film lain.
            The Theory of Everything. Film yang diangkat dari sebuah judul buku Stephen Hawking. Bukan berkisah isi di dalam buku melainkan kisah hidup si jenius Hawking lah yang diangkat pada film ini. Sebagai sebuah film secara utuh, film ini menarik karena ada beberapa hal yang membuat film ini istimewa, yaitu penampilan Eddi Redmayne dan kisah di samping kehidupan Hawking. Lucunya, Eddi harus bersaing dengan Benedict Cumberbatch yang juga pernah memerankan Stephen Hawking tahun 2004 dalam Hawking, tapi kali ini memerankan Alan Turing. Rumus pemenang Oscar yang berkisah penyandang cacat dan ‘jenius’ memang selalu menarik. Ada perpaduan antara Forrest Gump dan A Beautiful Mind pada film ini. Sayangnya The Theory of Everything tidak ada kejutan dan kelucuan seperti kedua film tersebut.
            Hehehe Whiplash. Saya terkesan dengan bangunan cerita pada film ini. Konflik dibangun secara rapi dan penuh kesabaran. Yah… JK Simmon mampu memberikan tekanan dan ketegangan bahkan juga kejutan di akhir cerita. Kisah sederhana yang mampu membuat penontonnya betah dan tertawa serta jengkel. Hahaha…
            Wes to? Saiki ngene wae, awakmu milih ndi? Secara jujur saya mengakui bahwa film terbaik oscar ke 87 memang ketat dan memiliki kualitas yang sama bila dibandingkan dengan tahun-tahun lalu. Apabila terjadi anomali, bisa saja yang menang The Grand Budapest Hotel. Kejutan selalu ada di dalam Oscar, layaknya The Artist atau Sheakspeare In Love. Atau jika mengikuti rumus bisa jadi Selma, The Imitation Game, atau The Theory of Everything. Mungkin realitas Boyhood mampu memengaruhi juri oscar. Bila saya jurinya saya akan memilih diantara The Imitation Game dan Whiplash.

Feb 9, 2015



Satu lagi yang menambah koleksi film bertema musik Jazz setelah The Legend 1900 dan tentu saja Ray. Dari cerita okelah dengan tema Jazz dengan drum sebagai fokusnya. Akting, si Botak Simmons sukses membuat saya tegang, jengkel dan penuh kejutan. Inget guruku yang suka maki-maki tulisanku dan memanfaatkan kepolosan dan keluguanku. Hehehe... Saya suka endingnya dengan aksi drum Andrew dan cerita yang dibiarkan menggantung.
Oscar tahun ini memang bakal ketat setelah berbagai macam film yang memiliki kualitas tak jauh berbeda. Dan Selamat untuk J.K. Simmon yang meraih Aktor Pendukung Terbaik di Golden Globe tahun ini.
Whiplash... story: 8/10, pemain: 7.8/10, Ending: 8.3/10, Overall: 8.2/10

Feb 5, 2015




            Saya acap kali jengkel ketika mengkopi film dari teman ternyata film yang saya tonton tidak memberikan manfaat atau paling parah film tersebut benar-benar tak berkualitas. Menonton sebuah film bukan sekedar mencari hiburan dari ledakan atau aksi berantem maupun humornya. Lebih dari itu, film dapat menjadi sebuah pembelajaran alih-alih membuat kita berpikir dan terdapat nasihat berharga di dalamnya.
            Pesatnya teknologi menggeser kebiasaan manusia dalam menonton film. Dulu kita dapat menonton film dari layar tancap yang kemudian bergeser ke bioskop dan lalu dirumahkan karena adanya televisi. Dari televisi lanjut dengan kemunculan VCD Player serta DVD Player yang membuat konsep baru bernama home theatre di dalam rumah. Kemunculan Blu-Ray semakin memanjakan mata penikmat film dengan kualitas High Definition (HD).
            Interenet kian menambah maraknya jumlah bajak laut hehehe… apalagi di negara berkembang seperti negera tercinta kita. Dari sinilah kita bisa menikmati film-film yang diinginkan. Bahkan adapula situs yang menyediakan menonton film secara online. Well, mendownload film seperti sebuah perjudian jika tak mengenal seluk beluknya. Daripada kamu menghabiskan kuota internet dengan downloadan yang tak jelas, saya akan memberikan tips dalam mendownload film sesuai pengalaman saya menjadi bajak laut.
1.    Kenali Film
Kenali dulu film yang akan kamu tonton. Jangan asal download. Tak masalah jika film tersebut kamu dapatkan dari mengcopy teman, namun jika hendak mendownload kenali dulu filmnya apakah anda suka atau tidak. Lihat cast pemainnya, sinopsisnya (saya jarang dan cenderung mengabaikan sinopsis karena mengurangi sensasi dalam menonton), thrillernya, atau bahkan poster. Situs IMDB mungkin bisa membantu walaupun bukan acuan yang sangat penting karena terkadang rating rendah belum tentu buruk sebuah film, namanya juga demokrasi dalam memberi rating.

2.    Lihat Deskripsi Film
Tengok dulu deskripsi filmnya. Kualitas video memengaruhi kenyamanan dalam menonton. Gak asik jika nonton terus ada bayangan orang lewat. Kenali kualitasnya dari informasi yang diberikan. Sebuah video film biasanya memiliki kualitas tertentu misalnya Cam, TS, R5, DVD, HD, Bluray dan adakalanya terdapat embel-embel rip sebagai singkatan dari ripping. Ripping merupakan hasil salinan dari kaset atau sebagai bentuk promosi. Mungkin urutannya seperti ini CAM > TS > DVDScr > R5 > WEBRip > DVDRip > HDTV > WEB-DL > BRRip/BDRip.
Selain deskripsi kualitas yang kamu perhatikan adalah subtitlenya. Tidak sedikit film yang kamu download mengandung hardsub. Hardsub ini maksudnya adalah subtitle yang melekat pada video. Ada yang bisa dihilangkan dengan software namun banyak juga yang tak bisa dihilangkan karena sudah mengalami kompres sebelumnya. Masih mending jika hardsubnya bahasa kita atau bahasa inggris yang masih kita pahami, bisa saja hardsubnya bahasa spanyol, tiongkok, korea, atau arab dan besar pula. Nah loh kapok koen. Hehehe…

3.    Hati-Hati Jebakan

Jebakan ini biasanya dialami karena kita terlalu nafsu dalam mendownload. Contoh paling mudah adalah film Naruto The Last yang banyak terkena jebakan para pecinta film. Baru satu bulan launching sudah keluar versi DVDrip nya. Nah, hati-hati jika tidak kamu bisa dapat zonk atau bisa-bisa kemasukan virus atau malware. Bisa didownload dan dibuka, namun ternyata film indonesia yang kamu tonton. Hahaha… Lihat dulu komen-komen di bawahnya karena itu bisa memperlihatkan reaksi para downloader. Jika ada makian dalam komentarnya mending urungkan niat untuk mendownload. Mubazir! Tak ada salahnya untuk bersabar. Selain itu, perhatikan passwordnya. Tak lucu bila selesai download anda diminta memasukkan password dan syukur-syukur ada passwordnya, kalau tidak ada password? Hahaha… Paling aman memang melihat komentarnya.

4.    Perhatikan Kuota dan Pemutar Film
Sebelum mendownload, kita patut memerhatikan akan ditonton dimana film kita nanti. Laptop? Notebook? TV? Jika TV berapa inch TV kita. Ini penting karena tak semua film cocok dan enak disembarang pemutar. Film yang kapasitasnya dibawah 500MB tentu kelihatan pecah-pecah ketika menontonnya di TV ataupun Laptop. Dan film dengan kualitas Bluray yang besarnya 2 GB lebih justru sering tersendat-sendat diputar pada notebook kita yang mini. Sesuaikan kebutuhan, OK?
Kuota juga menjadi aspek penentu kelancaran kita. Jangan sampai downloadan kita sudah 80%, akan tetapi terhenti hanya karena kuota kita habis atau koneksi internet lemot. Saya dulu sering mengalami ini dan kesalnya gak ketulungan.

5.    Ini Yang Paling Penting
Ini yang paling penting: bertanyalah! Tanyakan pada teman-temanmu yang biasa mendownload film apakah sudah memiliki film yang akan kamu download atau tidak. Rugi jika temanmu sudah punya ternyata kamu terlanjur download. Apalagi jika kualitasnya lebih baik. Nyeseeek!!!
Disamping itu berhentilah mendownload. Karena sesungguhnya menjadi bajak laut itu riskan.