Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Jul 2, 2019

Catatan Si Pemalas #18




Beberapa pekan belakangan ini sambil tiduran berselimut kunikmati lantunan dua lagu terbaru dari Keane dan Imagine Dragons. Keane hadir dengan lagu “The Way I Feel” yang familiar di telinga meski tak sebagus “Somewhere Only We Know” atau “Is It Any Wonder”. Liriknya terdengar lebih bijak, tetapi tak sepuitik dulu. Barangkali karena para personil Keane telah menua sehingga memberikan pengalaman rasa yang berbeda.

Lalu dari album “Origins” milik Imagine Dragons, kupilih “Bad Liar” sebagai teman kala bermalas dan ngolet-ngolet di kasur. Lagu ini kutemukan pertama kali saat menunggu Bus di terminal Bungurasih dan berputar terus dari Surabaya sampai Jogja. Saya langsung jatuh cinta dengan lagu ini walau belum menangkap secara keseluruhan lirik. Maklum, Listening ku buruk. Vokal Reynold begitu mendalami tiap kata dan nada pada lagu ini. Lagu ini seperti membawa rasa sakit, perpisahan serta banyak emosi. Penasaran, kucari liriknya dan menelusuri tentang lagu ini. “Brengket,” begitulah respon pertama saya saat mengetahui fakta dari lagu ini.

Apa yang kau lakukan saat hubungan rumah tanggamu menjadi hambar? Begitu banyak kebohongan yang terjadi untuk menghindari luka hati, tetapi yang terjadi sebaliknya, kebohongan-kebohongan itu merusak dari dalam dan malah memberikan rasa sakit. Lantas, kau ingin menuangkannya menjadi sebuah lagu bersama istrimu dan menjadikannya backing vocal pada lagu itu. Kemudian bercerai. Saya tak mampu membayangkan betapa banyak emosi dalam penggarapannya. 

Kuputar lagu itu terus menerus. Di dalam selimut kuputuskan untuk menghentikannya. Selimut hijau bulu itu terasa wangi dan lembut karena habis kucuci. Salah satu barang yang melekat pada tubuh ayah ketika meninggal, rencanya akan dibuang atau dipendam dan pada akhirnya kuselamatkan. Sambil menggulung tubuh di dalam selimut, saya memikirkan kata-kata Natsume Soseki dalam Kokoro, kesepian adalah harga yang mesti dibayar karena lahir pada zaman modern yang begitu penuh kebebasan, kemandirian, dan egois. Begitu fantastis dan menggiurkan. Siapa saat ini yang tak memuja ketiga hal itu? Oleh sebab itulah, pada I am a Cat, Natsume dengan mudah mendefinisikan manusia sebagai makhluk yang, tanpa alasan sama sekali, menciptakan penderitaan mereka sendiri yang sebenarnya tak perlu.

Saya masih ingat muda-mudi yang kuamati dari jendela bus sambil memutar Bad Liar. Mereka berpelukan erat sambil cengengesan di atas motor yang berhenti karena traffict light. Mungkin mereka sedang membayangkan menjadi Dilan dan Milea. Model kucing-kucingan seperti apa mereka? Apakah saling bertukar kabar melalui telepon? Tak mungkin. Atau berpamitan pada orang tua karena ada tambahan kursus lantas membolos? Wes mbuh lah.

Kisah cinta tak selalu lurus dan mulus. Bahkan kisah yang demikian justru melenakan seperti jalan tol yang banyak memakan korban itu. Entah ‘kecelakaan’ macam apa saya tak tahu pasti. Bisa-bisa digantung sama pasangan sendiri, seperti berita-berita di koran atau media massa.

Melihat muda-mudi itu jadi ingat obrolan kawan-kawan yang sinis, tapi lumayan realistis.
Kawanku, dengan nada sinis pernah bercerita begini: “Mereka tak tahu rasanya ditolak calon mertua hanya karena beda parpol atau aliran agama. Mereka baru tahu kenikmatan yang tiga menit itu dibayar dengan kesengsaraan seumur hidup.”

Kawanku yang satunya menimpali, “Aku penasaran gajine sepiro. Gaji UMR 1,7 jt dengan biaya kawin 100 jt. Hutang bank? Jaminan bank ora iso modal paru-paru atau ginjel. Apalagi iki bukan hal yang produktif, malah kena hukum riba. Bisa sih dengan nabung sendiri, tapi coba matematikane digawe. 1,7 jt dikurangi uang makan dan kos. Keburu m****r dadi pocong!”

Kuingat-ingat muda-mudi itu karena peringatan dari Natsume dalam Kokoro, “Tetapi ingatlah, ada kesalahan dalam mencintai. Dan ingat pula bahwa dalam mencintai ada sesuatu yang suci.” Sesuatu yang suci itu tak banal dan dangkal seperti muda-mudi di atas motor itu. Bukan sembunyi-sembunyi di bawah restu orang tua, atau sebaliknya bermesraan karena merasa direstui. Sesuatu yang suci akan membuat seseorang menjaga amanah dan menjauhkan pasangan dari dosa. Sesuatu yang suci sikapnya akan adil, adil pada waktu, adil terhadap aturan dan larangan, serta adil terhadap diri sendiri serta orang lain. Pada konsep keadilan, seseorang yang meninggalkan tanggungjawab atau kewajiban demi kepentingan pribadi tak bisa disebut adil. Misal, kamu meninggalkan tugas atau tanggungjawab yang perlu diselesaikan demi menemani pacarmu berbelanja atau janji nonton, dapat dikatakan itu tidak adil. Sesuatu yang suci juga mengandung kebenaran dan kejujuran, bukan kebohongan atau penipuan.

Saya masih percaya bila niat dan cara atau prosesnya salah, hasilnya pun salah.

Saya melingkar di dalam selimut yang aroma pewanginya mulai menghilang. Mataku mulai berat dan tercium bau khas ayah. Sayup-sayup tampak ayah sedang sholat.

Mengapa aku menunggu begitu lama untuk mati?-Natsume Soseki

No comments:

Post a Comment