Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Nov 25, 2017

Ramalan Era (Baru) Digital









           
            Beberapa waktu lalu anda mungkin pernah terlibat perang urat saraf perihal hate speech pada sosial media atau panasnya pemilu 2014 yang masih meninggalkan bekas bagi para pendukung capres. Bahkan saya pun harus mengakui dulu pernah berdebat dengan kawan mengenai rencana pengenaan pajak pada bisnis online. Kita tidak bisa menyangkal beberapa tahun terakhir arus informasi bergerak sangat cepat. Kontribusi internet dan perkembangan teknologi ponsel turut memiliki andil di dalamnya.
            Kunjungan Chairman Google, Eric Schmidt, beserta salah satu direktur Google, Jared Cohen, ke Korea Utara pada bulan Januari 2013 menimbulkan banyak polemik dari publik Amerika Serikat. Setelah terbitnya buku ini publik mengerti bahwa tindakan tersebut merupakan serangkaian kegiatan untuk penelitian dalam menyusun buku. Tidak hanya Korea Utara, mereka juga mengunjungi beberapa pemimpin negara, enterpreneur, dan aktivis di Asia, Afrika, Eropa, serta Timur Tengah mengenai tantangan teknologi di masing-masing negara. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, mereka menyusun buku ini untuk mengetahui peran dunia digital bagi masa depan dunia. Suatu proyek yang ambisius.
           Schmidt dan Cohen menyoroti berbagai permasalahan masa depan identitas, kewarganegaraan, dan berita; masa depan negara; masa depan revolusi; masa depan terorisme; masa depan konflik, perang, dan intervensi; serta masa depan rekonstruksi. Mereka sangat yakin bahwa identitas virtual di dunia maya pada sepuluh tahun mendatang akan mengalahkan jumlah penduduk dunia. Suatu premis yang dapat dilihat dari banyaknya akun media sosial yang dimiliki oleh satu orang. Perkembangan internet juga memicu negara dalam mengembangkan suatu kebijakan untuk memberikan batasan dan kontrol pada dunia yang dianggap tanpa hukum tersebut.
         Suatu waktu anda akan sering membaca tautan yang bernada persuasif tentang revolusi maupun pemberontakan, namun sayangnya itu hanya sebatas wacana tanpa aksi yang nyata. Masyarakat yang memegang kendali dengan memanfaatkan teknologi, apakah revolusi benar-benar berkobar atau menguap begitu saja. Selain membahas masa depan revolusi, Schmidt dan Cohen juga membahas tentang masa depan terorisme yang meliputi fisik maupun virtual. Pada bagian ini kita dapat melihat teknologi dimanfaatkaan sebagai sarana komunikasi, perekrutan anggota oleh para teroris yang tentunya mempergunakan bahasa-bahasa metofara. Walaupun banyak permasalahan yang muncul dalam dunia digital, mereka mencoba bersikap optimis bahwa teknologi mampu menyatukan masyarakat dalam suatu komunikasi dan usaha rekonstruksi modern.
            Sangat menarik mencermati berbagai argumen dari Schmidt dan Cohen yang memiliki pengalaman di bidang dunia virtual. Sejujurnya tidak ada yang baru dalam buku ini karena kita bisa menemukan pembahasan serupa dalam The World Is Flat karya Thomas L. Friedman atau The Extreme Future milik James Canton. Thomas Friedman dalam The World Is Flat memang memaparkan sejarah perkembangan globalisasi sejak era Columbus sampai pada tahap Globalisasi 3.0 yang persaiangan global semakin menciut dengan hanya melibatkan individu atau kelompok kecil manusia. Berbeda dengan Friedman, Canton lebih memfokuskan pada ranah motif ekonomi untuk melakukan inovasi serta prediksi munculnya kejahatan bioterorisme dan terorisme yang juga dibahas oleh Schmidt dan Cohen. Kelebihan buku ini dibandingkan karya Friedman maupun Canton adalah data-data yang dimunculkan lebih aktual (salah satu contohnya) dengan munculnya Arab Springs serta ISIS.


Judul              The New Digital Age:Cakrawala Baru Negara, Bisnis dan Hidup Kita
Penulis           Eric Schmidt & Jared Cohen
Tebal              : xx+344 halaman
Cetakan         : Agustus 2014

Penerbit         : KPG


No comments:

Post a Comment