"I know it, but I don't want to know that I know, so I don't know." I know it, but I refuse to fully assume the consequences of this knowledge, so that I can continue acting as if I don't know it.”
Tatkala banyak
berita mengenai Indonesia darurat kekerasan terhadap anak serta berbagai teror
dan kekerasan di belahan bumi lainnya, teringat
satu buah karya tipis ini yang sekiranya perlu anda baca. Salah
satu karya sosiolog dan filsuf era posmo (meski dirinya mengklaim anti Posmo)
asal Slovenia. Meski sudah cukup lama, nampaknya wacana kekerasan akan
mendominasi pemberitaan pada media massa selama beberapa tahun ke depan dan
buku ini akan relevan sebagai bahan bacaan yang menghibur (sekaligus
menyebalkan) dan membuka alam pemikiran kita.
Melalui premis sederhana mengenai kekerasan,
Zizek tidak membatasi kekerasan pada bentuk fisik saja. Zizek membagi kekerasan
menjadi subjektif dan objektif. Kekerasan subjektif dilakukan oleh agen yang
dapat diidentifikasi dengan jelas melalui tindakan–tindakan seperti teror,
pembunuhan, penyerangan, perang. Sedangkan kekerasan objektif dipecah lagi
menjadi kekerasan simbolik dan sistemik. Kekerasan simbolik menyentuh ranah
simbol dan bahasa seperti diskriminasi, rasisme, hate speech dll. Kekerasan sistemik muncul sebagai konsekuensi
bencana besar dari berfungsinya sistem ekonomi dan politik. Nanti akan dijelaskan oleh Zizek alasan sistem ekonomi dan politik mampu membentuk kekerasan. Secara garis
besar, kekerasan objektif menyebabkan terjadinya kekerasan subjektif.
Membaca karya Zizek memang cukup menghibur
karena disisipi humor satir, pembahasan budaya populer yang sedang berkembang
dengan penyisipan sejarah dan filsafat. Zizek membawa diskursus menarik tatkala
masyarakat puas untuk menipu diri mereka sendiri selama kekerasan subjektif
tidak terjadi dan menimpa mereka. Anda bisa terkekeh ketika Bill Gates dan
George Soros mendapatkan label “liberal
comunists” karena memperoleh kekayaan dari struktur kapitalisme dan
memposisikan diri sebagai seorang dermawan kepada masyarakat yang telah mereka
eksploitasi. Menyebalkan? Tentu saja.
Pada buku ini, Zizek nampaknya lebih fokus pada
kekerasan sistemik karena porsi lebih banyak membahas tentang hal yang sangat
dia suka. Ia tidak memberikan definisi secara jelas mengenai arti kekerasan,
meskipun demikian banyak hal kekerasan yang dibahas dari berbagai sudut seperti
globalisasi, fundamentalisme, kapitalisme, bahasa, filsafat dan tentu saja
film. Kita perlu berhati-hati terhadap argumentasi yang dibangun oleh Zizek
karena dikemas sangat cantik dengan berbagai paradoks dan humor.
Zizek merupakan salah satu tokoh kontrovesial
yang memiliki karya-karya yang provokatif. Menyimak perdebatannya dengan
Henry-Levy maupun Chomsky akan menambah pemahaman karakter dari seorang yang
dijuluki sebagai filsuf paling berbahaya di barat. Perlu suatu filter untuk meresapi pendapat Zizek untuk tidak terjebak atau
terkesima pada kesia-siaan. Ada kalanya kita perlu mengetahui dan
mempersiapkan anti tesis maupun sintesis wacana yang dilemparkan oleh Zizek agar anda dapat bergelut dengannya sambil tertawa.
Judul : Violence: Six Sideways Reflections
Penulis : Slavoj Zizek
Tebal : 272 halaman
Cetakan : Agustus 2008
Penerbit : Picador, New York
No comments:
Post a Comment