Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Dec 6, 2018

Buku yang (Mungkin) Membuatmu Ingin Berbicara


Siapa itu Larry King? Pada saat itu aku tidak mengenalnya dan tidak begitu peduli dengan nama penulisnya. Aku menarik buku ini dari rak perpustakaan kampus oleh karena judulnya. Berbicara dilihat sebagai sebuah seni. Cukup menarik.
Bagi mahasiswa baru sekaligus manusia yang pemalu, berbicara ialah suatu hal yang menakutkan sekaligus menyilaukan. Apalagi saat kau memasuki dunia yang menuntutmu pandai berbicara, yakni dalam bidang hukum. Pandangan awam  melihat bahwa mahasiswa hukum harus pandai berbicara terutama pada khalayak. Tentu saja hal tersebut terasa menakutkan sebab diriku tipikal orang yang pemalu pada siapa pun, kecuali pada orang yang sudah kukenal dekat dan dalam obrolan person to person.
Sebaliknya, terasa menyilaukan saat melihat para senior begitu pandai dalam berbicara. Siapa yang tak ingin seperti mereka? Aku pun demikian. Makanya, buku ini merupakan salah satu buku pertama yang kupinjam dari perpustakaan kampus saat masuk perkuliahan. Begitu menggelikan.
Setelah membaca buku ini, segera kuputuskan untuk memilikinya. Ada banyak hal yang diungkapkan Larry dalam buku ini. Saking banyaknya, informasi yang diberikan tak mampu kuterapkan semua. Akan tetapi, ada poin-poin penting (bagiku) yang sampai saat ini masih kuingat.
Pertama, jangan melabeli seseorang pandai karena ia banyak bicara. Ini kesalahanku pertama saat itu karena mudah silau terhadap orang-orang yang banyak bicara. Aku menjadi mulai jeli ketika orang-orang banyak bicara selama bermenit-menit, tetapi tidak efektif terkadang juga mbulet tur njlimet serta miskin substansi. Beberapa tahun belakangan kerap kutemui orang-orang semacam ini. Bedakan antara pandai dan berani dalam berbicara. Orang pandai berbicara selalu kaya substansi bahkan dalam humornya.
Kedua, dengarkanlah. Mendengarkan ialah hukum pertama dalam suatu percakapan. Banyak orang ingin bicara, tapi sedikit ingin mendengarkan. Hingga kau paham ketika seseorang mengelak dan saat seseorang benar-benar tidak tahu. Dari mendengarkan pun kau menjadi tahu semakin banyak orang berbicara, semakin memperlihatkan kebodohannya.
Ketiga, humor. Aku suka bercanda itu fakta. Namun, aku mulai menyadari cara mempergunakan humor yang tepat. Setidaknya tahu saat harus menggunakan humor untuk menyentuh, menyentil, atau memecah kebekuan. Meskipun dalam praktiknya juga kerap salah karena terbawa suasana.
Sebagaimana buku tips maupun motivasi, lebih tepat bila membacanya secara intensif lantas mempraktikkannya. Buku pinjaman dari perpustakaan tak cocok dengan karakter seperti ini karena keterbatasan waktu pinjam. Jadi, memilikinya merupakan solusi. Sayangnya, buku ini telah kucari di beberapa toko buku dan hasilnya nihil. Saat aku sudah melupakan buku ini, dia terselip di bawah tumpukan buku di sebuah toko buku bekas.
Ada beberapa hal penting yang luput dari perhatianku kala itu. Salah satunya ialah berbicara dengan lawan jenis. Andai dulu aku saksama barangkali tidak akan menjomblo bertahun-tahun lamanya. Jangan tertawa. Satu hal lagi, tak sadarkah kau dalam tulisan ini bila aku terlalu banyak membicarakan diriku? Dalam suatu tulisan, khususnya di dalam blog, sah-sah saja (daripada ngerasani orang lain?) Akan tetapi, dalam suatu obrolan membicarakan diri sendiri perlu dihindari.
Larry seperti membuat sebuah peta untuk mengatasi ketakutan serta mengikuti segala perbincangan dengan keyakinan. Melalui bahasa yang menarik dan mudah dimengerti buku ini cepat untuk segera diselesaikan, tetapi cukup sulit untuk dipraktikkan terutama mencari gaya sendiri dalam berbicara.
Setidaknya, ada dua bagian substansi dalam buku ini, yaitu Larry dan berbagai keterampilan praktis dalam berbicara. Buku ini seperti sebuah buku semi biografi tentang seorang Larry King sendiri dan juga pekerjaannya. Tak percaya? Tengoklah bagian “Tamu Terbaik dan Terburuk Saya” yang menurutku tak begitu penting. Seperti ulasan buku ini, Larry melarang berbicara mengenai diri sendiri, tetapi dalam tulisannya banyak membicarakan dirinya sendiri. Selain itu, pengalaman-pengalaman Larry yang terserak di sepanjang buku membuatnya nampak tersusun secara acak sehingga ada aspek-aspek lain dari seni berbicara yang belum tersentuh. Dampaknya, buku ini menjadi lemah untuk menjadi rujukan akademis.
Oh, maaf jika terlalu panjang.
Dan perihal judulnya, mungkin, bagian strategi pemasaran.



Judul                : Seni berbicara: kepada siapa saja, kapan saja, di mana saja
Penulis             : Larry King
Penerjemah      : Marcus Primhinto Widodo
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan           : Kelima, Desember 2012

Tebal               : xvi+ 212 halaman

No comments:

Post a Comment