Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Dec 22, 2018

Catatan Si Pemalas #1



Setiap kali ada pertanyaan: sibuk apa?, aku kelimpungan bagaimana menjawabnya. Apalagi akhir-akhir ini menjelang tutup tahun. Tak mungkin kujawab, sibuk menyimpan energi. 

Pada beberapa kesempatan, aku menyimpan energi sambil memikirkan nasib MU yang dilibas Liverpool, dan Milan yang ditahan imbang Bologna yang dilatih Inzaghi (mantan pelatih AC Milan). Lalu membayangkan mengolah kedelai yang lama tak tersentuh atau lupa kusentuh hingga ada banyak hewan di dalamnya. Aku ingin mengolahnya menjadi peyek kedelai. Dulu pernah sekali aku membuatnya dan hasilnya enak. Bahan-bahannya pun sederhana: ketumbar, kemiri, garam, merica, daun jeruk, terigu, tepung beras. Pertama kulumat bumbunya, lalu campur terig, tepung beras, dan air. Setelah itu iris daun jeruk dan masukkan ke adonan. Simpel.

Beberapa hari kemudian coba kupraktikkan. Realitasnya, adonan terlalu encer. Selain itu, ada obsesi untuk memasukkan sebanyak-banyaknya kedelai yang telah kurendam. Hasilnya, adonan kedelai nempel di wajan hingga membuatku beralih ke wajan teflon. Peyek pun tidak gurih malah seperti lemah syahwat. Apa kurang minyaknya atau kurang besar apinya.

Aku matikan kompor, kutinggalkan adonan dan kembali menyimpan energi. Ndoro turun gunung, meski tak mengubah hasil seperti dalam bayangan tentang peyek yang pernah kubuat dulu. Disimpannya dalam toples seperti menyimpan aib agar orang lain tak tahu atau paling fatal, agar tidak masuk ke perut manusia. Mana ada peyek di seluruh dunia yang lemah syahwat? Itu aib dunia rempeyek.

Aku tiduran sambil mengawang nasib Mourinho yang dipecat dan bertanya, kapan Rino Gattuso juga dipecat? Lelah sendiri jadinya. Kubuka toples dan memandang peyek lemah syahwat itu. Sebuah aib bagi dunia rempeyek. Maafkan aku penggemar peyek dan juga produsen peyek di mana pun kalian berada.

Semacam rasa malu yang tak terkira yang mendorong munculnya sebuah kekuatan yang tentunya bukan kekuatan super saiya. Kekuatan melawan rasa malu yang membuatku bersedia melalui perasaan itu. Kugoreng kembali si peyek kedelai. Dan rasanya kriuk...

Yah, bagaimana pun, aku tak berharap sepenuhnya mampu menundukkan kesalahan masa lalu dengan menderita pada saat kini. Bisa kalian lihat peyek itu berwarna kecoklatan, bukan cerah. Minimal, itu peyek bisa dimakan dan aman masuk perut.

Kudengar suara si Tiara yang menggemaskan itu. Tiap lihat dia rasanya pengen nyiwel pipinya yang dalam anganku bisa melar kayak Luffy, tapi takut nangis. Jadi, tak pernah kulakukan. 

Ada rasa was-was saat memberi si Tiara. Kira-kira dia doyan gak? Giginya mampu menguyah gak? Atau berdampak buruk untuk kesehatannya gak? Was-was, gelisah itu normal lah. Namanya juga manusia. Manusia kan dapat melakukan kejahatan saat berbuat kebaikan, dan tanpa diniatkan manusia juga dapat melakukan kebaikan saat berbuat kejahatan.


Peyek Kedelai yang Brutal

No comments:

Post a Comment