Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Dec 15, 2014

TIME TO BADUY


           Suasana menjadi gelap. Matahari telah tenggelam di belakang kami. Terdengar napas terengah-engah sebagai tanda lelah menempuh jalan menanjak nan licin. Tidak sedikit dari kami yang terpeleset. Dari kejauhan nampak titik-titik cahaya lilin menujuk adanya perkampungan. Tapi, bukan disana tujuan kami. Tak terasa kami telah sampai pada Desa Cibeo. Kami disambut dengan aroma yang khas dari desa tersebut dan terdengar riuh rombongan lain yang berjumlah ratusan. Inilah desa Cibeo, sebuah desa yang masuk sebagai desa bagi Suku Baduy Dalam. Desa yang dulunya tertutup dan dianggap terbelakang oleh masyarakat umum.
            Dari berbagai informasi, desa Suku Baduy Dalam adalah desa 1001 larangan. Tak ada listrik, tak ada televisi maupun alat komunikasi yang boleh diaktifkan. Menjauhkan saya dari hingar bingar Piala Dunia dan kampanye pilpres. Berbagai macam deterjen dilarang, bahkan berpikiran jelek pun adalah pantangan. Pada saat itu, desa menjadi berisik oleh tawa dan suara pengunjung. Kita bisa membayangkan keheningan malam jika pengunjung tidak ada. Masyarakatnya akan larut dalam kesunyian dan kegelapan. Tersisa hanya binatang-binatang malam di hutan yang sayup-sayup terdengar. Hawa dingin malam yang masuk melalui celah-celah dinding dan lantai dapat merelaksasi tubuh yang lelah berjalan sehingga pulas tertidur.
            Malam itu berbeda. Kami dan ratusan rombongan lain membuat kampung menjadi riuh layaknya pasar malam. Ada sedikit kekecewaan karena banyak pengunjung yang terlalu bising membuyarkan suasana senyap kampung. Banyak penjual dan pengunjung hilir mudik di depan saya. Membuat kepala menjadi pening. Malam itu saya habiskan dengan berbasa-basi sembari menanyakan alasan berbagai larangan yang ada di Baduy Dalam. Jawaban yang saya peroleh tidak memuaskan karena semua alasan larangan akan mereka jawab, “sudah perintah dari leluhur.” Dini hari saya sempatkan keluar rumah untuk menikmati malam di Baduy Dalam.

Benturan Budaya

            Pagi hari saya kaget. Banyak sampah yang bertebaran di sekitar perkampungan. Penjual cinderamata juga lalu lalang seperti malam hari. Anda bisa merasakan suasana Baduy Dalam yang sejuk tapi agak risih dengan kegaduhan dan sampah yang berserakan. Kemurnian Baduy Dalam yang dibayangkan tiap pengunjung menjadi sirna bukan oleh masyarakat Baduy Dalamnya, melainkan pengunjung itu sendiri. Dominan mereka berkunjung atau menginap untuk merasakan sensasi alami hutan dan daerah yang tak tersentuh teknologi, namun para pengunjung ini tak bisa lepas dari kebiasaan tempat asalnya.
            Saya sedikit teringat anti tesis Samuel P. Huntington terhadap pemikiran Francis Fukuyama perihal sumber fundamental dari konflik dalam dunia baru. Menurut Huntington, konflik pada dasarnya tidak lagi melandaskan pada ideologi maupun ekonomi, melainkan budaya. Budaya akan memilah-milah manusia dan menjadi sumber konflik yang dominan. Seperti ingin mempertahankan tesis Fukuyama, kapitalisme disini juga berjuang meraih kemenangan menuju akhir dari sejarah. Keberadaan pengunjung, pedagang, ataupun kebijakan pemerintah mengenai kawasan wisata Baduy memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Pada sisi lain, suku Baduy juga ikut mempertahankan budaya mereka.
            Corak bertani dan melestarikan alam dapat tergeser karena saya menemukan suku Baduy Dalam juga turut berdagang. Bahkan menurut penuturan induk semang yang saya tinggali (saya lupa namanya) terkadang ada pedagang luar yang meminta uang kepada Baduy Dalam yang mereka sendiri tidak tahu alasannya kenapa diminta uang. Apabila pedagang luar tersebut tidak diberi uang mereka akan marah. Saya coba telusuri lebih dalam tapi mereka memang tidak tahu sebabnya dan tidak mau memberi tahu pedagang mana yang suka meminta uang (membuat saya kesulitan cross check), sehingga saya berpikir positif saja (di Baduy Dalam ada larangan untuk berpikir negatif) bahwa terjadi kesalahpahaman terkait perdagangan.
            Menurut penuturan sekretaris desa, pada dasarnya Baduy Dalam adalah tempat suci/disucikan oleh suku Baduy. Sedangkan Baduy Luar merupakan penyaring budaya-budaya dari luar yang diperbolehkan masuk ke Baduy Dalam. Salah satu contohnya adalah pendidikan. Pemahaman pendidikan kita adalah pendidikan formal, tetapi masyarakat Baduy memiliki konsep dan pemahaman yang berbeda perihal pendidikan. Sejujurnya, saya lebih meyukai konsep pendidikan suku Baduy dibandingkan konsep pendidikan formal yang pernah saya tempuh. Tidak ada pekerjaan rumah, ada waktu bermain, tidak ada persaingan antar geng atau kekayaan. Sampai umur 10 tahun masyarakat Baduy mendapatkan pendidikan dari orang tua mereka berupa bercocok tanam dan pelestarian alam. Setelah umur 10 tahun mereka akan dibina oleh Pu’un dan Jaro yang lebih pada pendalaman hukum adat dan ritual keagamaan. Pada tingakatan tertentu saya tak sependapat dengan Paulo Freire, namun saya sepakat bahwa untuk menjadi manusia harus menjalin hubungan dengan sesama dan dengan dunia. Dari konsep pendidikan tersebut saya menyadari alasan anak kecil disuruh memungut sampah yang berserakan di lingkungannya ketika pengunjung pulang.
            Pelestarian alam Baduy tidak perlu diragukan lagi. Mulai dari udara yang segar sampai air jernih yang membuat kita betah berendam. Saya agak sentimentil ketika pengunjung mandi menggunakan bahan-bahan kimia di sungai, walaupun perlengkapan mandi mereka tidak berbuih/berbusa. Tak ada gangguan kesehatan apapun tatkala saya mandi tanpa sabun, shampo maupun pasta gigi ketika disana. Satu lagi pertanyaan yang mengganggu benak saya, apakah masyarakat Baduy tidak menyadari atau mengetahui jikalau tidak jauh dari tempat mereka terdapat industri pemotongan kayu? Apakah kayu-kayu tersebut berasal dari hutan yang mereka lestarikan? Ataukah mereka tidak dapat berbuat apa-apa terhadap penebangan kayu yang dilakukan oleh orang dari luar?

Selintas Tentang Hukum

            Sebelum membahas hukum pada masyarakat Baduy Dalam, saya akan menguraikan tipologi bentuk otoritas pada masyarakat Baduy Dalam. Saya meminjam teorinya Max Weber kali ini. Pada Baduy Dalam yang paling menonjol adalah tipologi tradisional dan kharismatik. Tipologi tradisional dapat dilihat pada penerimaan aturan-aturan adat yang telah turun temurun dipraktikkan. Terdapat kepercayaan yang mengakar bahwa akan turunnya hukuman dari Tuhan jika melanggarnya. Otoritas ini akan nampak ketika kita menanyakan alasan hal-hal yang dilarang. Otoritas kharismatik dapat dilihat dari sosok Pu’un dan Jaro dalam menjaga ketertiban masyarakat Baduy Dalam. Kemampuan pemimpin dianggap memiliki kekuatan luar biasa dan cenderung mistis yang serta merta akan segera dipatuhi oleh masyarakat. Sebenarnya otoritas kharismatik ini mudah ditemui dalam masyarakat Indonesia.
            Mengapa masyarakat Baduy masih memegang teguh hukum dan kebiasaan mereka? Ditinjau dari  teori bekerjanya hukum Robert B. Seidman, pembentukan hukum dan praktiknya tidak akan lepas dari pengaruh dari kekuatan-kekuatan sosial dan personal. Dari pengaruh tersebutlah dapat diketahui kualitas dari produk hukum. Meskipun dalam prosesnya hukum sesuai dengan keinginan, faktor penentunya adalah kekuatan sosial yang dalam hal ini kuatnya otoritas tradisional dan kharismatik pada masyarakat Baduy Dalam.
            Selama di Baduy Dalam saya tidak menemukan suatu aturan atau hukum tertulis. Rata-rata aturan ataupun hukum yang ada diketahui secara lisan melalui peribahasa atau nasihat. Tentunya kita akan heran karena begitu banyak peribahasa maupun nasihat dalam bentuk cerita dan mereka mampu menghapalnya. Ini adalah kecerdasan yang diberikan Tuhan kepada mereka (pada suatu kesempatan mereka mempraktikan bahasa inggris hasil yang mereka peroleh ketika menonton televisi di luar lingkungannya). Pada sisi yang lain, selain mengingat mereka juga mempraktikan peribahasa atau nasihat tersebut dalam kesehariannya.
Hukum yang ada di dalam masyarakat Baduy memenuhi ciri-ciri Hukum Tradisional. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro dalam buku Masalah-Masalah Sosiologi Hukum,  Hukum Tradisional sebagai jalan tengah perdebatan definisi hukum adat, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mempunyai sifat kolektifitas yang kuat ;
b. Mempunyai corak magis-religius,yaitu yang behubungan dengan pandangan hidup masyarakat asli; c. Sistem hukumnya diliputi oleh pikiran serba konkret, artinya hukum tradisional sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya hubungan–hubungan yang konkret yang terjadi di dalam masyarakat;
d. Sistem hukum tradisional bersifat visual, artinya hubungan–hubungan hukum dianggap terjadi karena ditetepkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat atau dengan suatu tanda yang tampak.

Mistisme Di Baduy
            Perjalanan berangkat dan pulang dari baduy memiliki kesan tersendiri bagi rombongan saya karena tidak lepas dari hal mistis. Dan ini sudah diwanti-wanti oleh kawan-kawan saya untuk menceritakannya ketika pulang. Seolah mereka lupa jika saya sudah pensiun perihal beginian.
            Boleh dibilang Baduy Dalam adalah salah satu surganya bagi pecinta klenik. Mulai dari energi, aura, dan penghuninya. Seandainya orang luar diperbolehkan tinggal enam bulan saja, saya akan melakukannya. Cobalah lepas sandal atau sepatu anda dan membiasakan diri bertelanjang kaki karena anda akan merasakan energi alami masuk melalui pori-pori telapak kakimu. Terlebih jika tengah malam yang sunyi. Banyak energi positif yang dihasilkan alam disekitar Baduy Dalam yang bisa anda serap. Auranya pun menentramkan, terutama Pu’un memiliki aura yang berbeda yakni terang bercahaya. Pantaslah jika beliau memang dihormati oleh masyarakatnya.
            Nah, permasalahan penghuni sedikit sensitif. Selain masyarakat Baduy, penghuninya pun ikut melaksanakan aturan dan hukum disana. Penghuni di Baduy Luar cenderung agresif dibandingkan yang di dalam. Mereka inilah yang melaksanakan hukuman bagi masyarakat Baduy (dan juga pengunjung) yang melanggar aturan yang telah ditetapkan. Rata-rata penghuni disana bersikap halus dan sopan tapi mudah tersinggung maka daripada itu lebih baik menjaga hati, pikiran, lisan ketika berada di Baduy. Jika tidak, anda akan dikejar seperti pengalaman kami. Mulai dari berpencarnya rombangan kami, terserempet tronton sampai menabrak trotoar dan ban pecah.
            Semua berawal dari lisan teman serombangan yang lisannya menyinggung penghuni di Baduy (lebih tepatnya di Baduy Luar). Saya agak sedikit khawatir terhadap tanda-tanda bahaya seperti biasanya. Disertai dzikir dan shalawat, saya berdoa terus-menerus selama perjalanan pulang. Kebetulan teman yang lisannya menyinggung penghuni tadi (sekaligus pemilik mobil) rencananya akan mengemudi dari Cirebon-Semarang sehingga Ia tidur di bangku paling belakang. Sedangkan Jakarta-Cirebon dikemudikan teman yang lain yang hendak turun di Cirebon. Ketika tidur-tidur ayam, saya sempat nyeletuk pada si Teman Cirebon.
“Bro, jika lewat jembatan di klakson” ujarku karena samar-samar ada makhluk duduk di pinggir jalan.
“Zaman sekarang masih percaya yang begituan ya, bro?” jawabnya.
            Entah berapa lama saya tidur-tidur ayam, seketika kantuk saya hilang. Teman-teman yang lain udah pada tertidur. Saya ajak ngobrol teman cirebon itu untuk menghilangkan kantuknya. Untuk beberapa saat, kami terdiam. Saya yang duduk tepat dibelakangnya melihat truck tronton di sebelah.  Tiba-tiba teman Cirebon itu mencoba menyalip kendaraan di depannya tanpa melihat di sebelah terdapat truck tronton. Sontak saja, mobil kami menyerempet truck tersebut dan klakson tronton itu berbunyi keras disertai rem mendadak oleh tronton. Goncangan yang keras pada mobil kami ternyata tidak berdampak pada teman saya. Seolah-olah dia tak sadar telah menyerempet tronton. Kawan-kawan lain yang terbangun menjadi panik. Untunglah kami mampu melewati jalur sempit antara tronton dan kendaraan di depan. Anehnya reflek kawan Cirebonku itu telat. Ia mencoba istigfar yang justru membuatku pengen tersenyum karena telat kaget. Ternyata oh ternyata temanku ini ditutup penglihatannya oleh makhluk yang duduk-duduk di pinggir jalan tadi. Kalian tau si pemilik mobil tetap cuek dan melanjutkan tidurnya. Aiiiih anak ini.
            Sampai Cirebon kawan yang telah menabrakkan mobil terlihat shock. Tapi si pemilik mobil ini nampak santai-santai saja. Salut lah. Nah, petaka selanjutnya menanti karena si pemilik mobil yang diincar. Usai makan, kami lanjutkan perjalanan. Tapi perjalanan kembali terhenti karena kantuk yang mendera. Kami memutuskan istirahat di sebuah pom bensin. Ketika yang lain tidur pulas, saya tak mampu memejamkan mata. Pukul lima pagi kami lanjut perjalanan. Saya menawarkan beli rokok sebentar untuk menghilangkan kantuk pemilik mobil yang sedang menyetir, namun masih menunda-nunda. Hati tak tenang, tapi mata sudah mulai mengantuk. Ketika tidur-tidur ayam, entah apa yang dilakukan si pemilik mobil tiba-tiba mobil menyerempet pembatas jalan dan mengakibatkan ban depan meletus. Padahal jalan pada kondisi sepi. Pada kondisi inilah seorang teman nyeletuk kalau dia mimpi buah yang saya bawa lah penyebabnya. Saya tidak percaya pada mimpi seseorang yang tidak berwudhu ketika tidur karena datangnya sering dari jin yang bertugas menyebarkan fitnah serta rasa gelisah. Sebelumnya saya memang menemukan buah aneh (sebesar mangga dan rasanya mirip durian) yang jatuh ketika di Baduy Luar. Alasan ini saya tolak karena saya telah izin oleh pemiliknya dan yang kedua teman saya ini botek-botek jika dia mimpi. Terlebih lagi jika kita membawa sesuatu dari suatu tempat yang keramat tanpa izin maka kita tidak akan bisa sampai rumah.
            Untuk menyenangkan hati kawan yang botek-botek masalah mimpi, saya bilang saja sudah saya buang. Dalam perjalanan, sepertinya seluruh penumpang mobil sudah mulai banyak berdoa. Yang bisa saya lakukan hanyalah mengirim Al Fatihah pada penghuni yang mengganggu tadi disertai permintaan maaf mewakili si pemilik mobil yang telah menyinggung. Akhirnya, kami sampai rumah selamat sentausa dan tidak luka. Tidak lupa saya mencicipi buah yang aneh itu. Saya tak tahu namanya apa.

1 comment:

  1. Di daerah ku massih banyak suku2 kayak gitu...ada suku tugutil. itu suku asli orng portugis. cantik2 perempuannya.. =D

    ReplyDelete