"Mana
yang lebih berbahaya, perokok aktif atau pasif?" tanyaku.
"Perokok
pasif!" teriak mereka serentak.
"Nah,
makanya jadilah perokok aktif" timpalku.
Aku
keluar dari ruangan dengan menyisakan gemuruh dan tanda tanya. Malamnya aku
temukan diriku yang lain duduk di depanku dengan raut wajah serius.
"Siang
tadi, apakah kau merasa menang?" tanyanya dengan senyum sinis.
"Sama
sekali tidak." jawabku.
"Kau
mengetahui merokok adalah kata kerja dan perokok adalah kata benda (dalam hal
ini proper noun). Kau sendiri yang mengumpamakan perokok aktif
adalah penguasa. Lantas, mengapa kau menyuruh mereka menjadi
penguasa?"
"Aku
hanya mengajak mereka berpikir."
Malam
itu diriku ngoceh padaku, tapi aku sudah tenggelam pada lautan rokok. Aku tak
menggubrisnya. Perokok dan merokok. Subjek dan predikat. Pada dasarnya mereka
membenci merokok bukan perokok. Perokok aktif lah yang mereka benci karena
dialah yang mengisap rokok secara aktif. Lain halnya dengan perokok pasif yang
hanya menerima asap rokoknya saja, namun dialah yang kena pengaruh buruk lebih
banyak. Bencilah mereka pada perokok aktif. Tanpa disadari sebenarnya perokok
aktif juga sekaligus perokok pasif. Perokok aktif selain mengisap rokok juga
mengisap asapnya. Perokok aktif pun tidak menyadarinya karena dia telah
terbiasa dengan bau asap rokok.
Kekuasaan
pun demikian. Menjadi candu bagi yang haus kekuasaan. Masyarakat sangat marah
pada penguasa, disebabkan tindakan yang dilakukan oleh penguasa menyebabkan
masyarakat menerima dampak negatifnya. Apabila masyarakat yang keblinger ingin menjadi perokok
aktif alias ingin menjadi penguasa, maka mereka pun tanpa sadar juga turut
masuk ke dalam lingkaran bahaya rokok. Pikiran sederhana mereka: kenapa mereka
tidak menjadi penguasa saja? Dampaknya lebih kecil daripada menjadi rakyat
biasa.
Penguasa
memiliki tanggung jawab besar: terhadap dirinya dan orang di sekitarnya.
Penguasa pula yang menyebabkan sebuah bangsa hancur atau sejahtera. Masyarakat
yang menjadi perokok pasif pun ikut terkena dampaknya. Pengangguran, pendidikan
tidak merata, perampokan, hutan gundul merupakan dampak tidak langsung dari
penguasa yang rakus. Mereka mengisap asap rokok dan perokok aktif tak mengisap
asap yang dikeluarkannya. Begitu juga bencana longsor, tanggul jebol, banjir,
tsunami dan faktor alam lainnya merupakan akibat penguasa. Bencana alam
tersebut digerakkan oleh sesuatu dari alam non materi.
"Bencana
itu berasal dari alam." kata penguasa. Hal ini persis yang dikatakan dalam
Surat Al-Jaatsiyah ayat 24, namun penguasa tidak sadar apabila Ada yang
menggerakan non materi yang kemudian menggerakan materi. Sekali lagi masyarakat
yang terkena dampaknya dan penguasa selamat. Walaupun penguasa selamat dari
bencana sesaat, namun penguasa akan mengalami penderitaan psikis yang
panjang. Jiwa dan hati para penguasa akan tersiksa dan tersayat dengan
perantara harta yang tidak halal, menyalahgunakan kekuasaan, ketakutan akan
digulingkan dari kekuasaan.
Fiksasi
dan Dalih
Freud
pernah mengatakan apabila orang merokok memiliki kecenderungan fase oralnya
terganggu, sehingga untuk memenuhi kepuasaan oral ketika dewasa menyalurkannya
dengan rokok. Kita juga sering melihat ambisi masyarakat yang ingin sekali
mengisi pos-pos penguasa atau paling tidak di bawahnya. Hal ini tidak terlepas
dari keinginan mereka yang tertindas dari penguasa yang kemudian muncul
keinginan menjadi penguasa berikutnya.
Orang
yang merokok pun punya dalih. Orang yang merokok memiliki ciri-ciri, yakni dia
itu sehat, memiliki uang, dan beriman. Apabila tidak sehat seorang perokok akan
dilarang merokok. Kemudian bila tidak memiliki uang janganlah jadi perokok. Dan
oleh sebab hidup matinya makhluk itu ditentukan Tuhan kenapa musti takut
merokok? Toh tidak merokok pun juga akan mati. Kesehatan terkadang dilupakan
atau tidak diacuhkan oleh kita. Seorang dokter bilang kita sakit, namun tetap
saja kita merokok. Tak selamanya orang yang merokok itu memiliki uang, bisa
saja dia meminta rokok pada orang yang sudah punya rokok. Memang benar hidup
mati seseorang yang menetukan Tuhan, di samping itu kita juga tidak bisa
melupakan bahwa kita harus menjaga apa yang Tuhan ciptakan termasuk tubuh kita.
Tuhan yang menciptakan, manusia yang menjaganya.
Penguasa
tidak jauh berbeda. Menjadi Penguasa juga harus memiliki kesehatan, uang, dan
iman. Kesehatan diperlukan untuk menjalankan kehidupan masyarakat. Kesehatan
fisik bisa dilihat, namun kesehatan rohani sulit diterima. Kita bisa lihat
penguasa yang arogan menggusur rumah-rumah atas nama kepentingan negara dengan
mengenyahkan keberadaan warga yang digusur sebagai unsur terbentuknya negara.
Melalui kekuasaannya membeli tanah dengan harga murah. Uang adalah modal
awal menjadi seorang penguasa. Tidak punya uang tinggal kongkalikong dengan
pemilik modal. Aku rasa hal tersebut sudah jamak kita ketahui. Terlebih proses
pemilihan seorang penguasa dalam demokrasi saat ini memerlukan banyak biaya.
Iman menjadi simbol-simbol mereka. Menjual ayat-ayat suci dalam kampanye mereka
denga harga murah.
"Bagaimana
jika industri rokok di tutup? Bukankah itu mengakibatkan pengangguran bagi
orang yang bekerja di sana? Makanya kita mau berkorban demi mereka" tanya
para perokok. Inilah tugas penguasa untuk memberikan industri alternatif untuk
buruh tembakau. Penguasa sering sibuk mengeruk untung dari industri rokok dan
enggan memberikan perhatian kepada penelitian alternatif agar tembakau memiliki
manfaat lain dari pada digunakan untuk rokok.
Aku
sendiri menulis ini dengan merokok, namun alam bawah sadarku terkadang
mengingatkan untuk berhenti. Aku seperti penguasa yang candu akan kekuasaan.
Penguasa menyediakan tempat khusus area perokok. Di sana kita menjadi perokok
sebenarnya: perokok aktif sekaligus perokok pasif. Nikmatnya merokok di alam
terbuka. Membebaskan asap-asap lari kemana mereka mau. Ke arah kita atau
filter-filter alam. Bahkan lebih nikmat tidak merokok.
Irfa R. Boyd Utama |
No comments:
Post a Comment