Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

May 17, 2018

Juggernaut, Genesis, Deadpool: Bring Back Memories




Judul               : Deadpool 2
Durasi             : 119 menit
Sutradara       : David Leitch
Naskah           : Rhett Reese, Paul Wernick, Ryan Reynolds
Pemain           : Ryan Reinolds, Josh Brolin, Morena Baccarin, Karan Soni, Zazie Beetz, T.J. Miller, Jullian Dennison, Brianna Hildebrand, Leslie Uggams, dan Stefan Kapicic, Brad Pitt.

Well, that's just lazy writing.
            Bukan, bukan karena joke atau sindirannya Deadpool yang kusuka pada tokoh ini, melainkan kesadaran dirinya yang sedang berada di dunia komik atau film. Saya pun sadar sedang di Surabaya beberapa hari setelah kejadian BOM yang membuat kota ini agak sepi dibandingkan hari-hari biasa. Pusat keramaian dijaga ketat dan semua pengunjung diperiksa, termasuk saya yang notabene tak bertampang teroris hanya saja ada sedikit brewok yang sedang malas kupotong. Langit Surabaya masih dalam nuansa parno, dan saya pun ikut-ikutan parno saat masuk di dalam studio. Ada sekelebat aksi penembakan brutal dalam gedung bioskop seperti di Amerika Serikat sana. Sialnya, posisi dudukku tak menguntungkan untuk berlindung maupun melarikan diri.
            Well, kita bahas Deadpool saja. Film ini memiliki formula yang hampir mirip dengan film pertama yang memerlukan latar belakang kejadian. Tak ada yang istimewa, namun saya suka. Dengan penghormatan terhadap Wolverine sebagai mantan rekan kerjanya, diikuti narasi-narasi kematian super hero untuk menaikkan rating, Deadpool memiliki caranya sendiri untuk mengapresiasi hal tersebut.
            Saya tak ingin membawamu kepada spoiler karena memang film ini tak memiliki plot yang mencengangkan. Terasa pendek dan lebih drama. So, Deadpool tak berbohong ketika mengatakan film ini adalah film keluarga. Super hero yang tak muluk-muluk mengisahkan penyelamatan dunia, tetapi lebih kepada dirinya sendiri yang begitu rumit dan sarkas.
            Di awal, kukatan Deadpool memiliki kesadaran bahwa dirinya berada di dalam dunia komik atau film. Hal ini membuat dialog-dialognya menerabas batas dunia perfilman. Jika kamu penikmat film, tentunya tahu bahwa Ryan Reinolds pernah memerankan Green Lantern dan paska Christian Bale, dia digadang-gadang memerankan sosok Batman (dan akhirnya diperankan oleh Ben Affleck). Banyak parodi dan joke mengenai hal tersebut. Selain itu, saya sendiri tak begitu yakin semua penonton memahami joke dari Merc with a mouth ini karena terlalu banyak referensi budaya pop luar yang tak banyak diketahui masyarakat Indonesia. Apalagi anak muda zaman now yang tak begitu akrab dengan Robocop.
            Akting ryan tak diragukan lagi. Ia benar-benar ingin move on dari green lantern dan menggampar para pengkritiknya melalui Deadpool (jadi, jangan langsung pulang). Ia seperti terinspirasi Hugh Jackman untuk bertaubat memerankan satu karakter super hero. Ryan is Deadpool, Deadpool is Ryan. Josh Brolin tak memiliki ruang khusus untuk mengeksplorasi karakternya. Dan Domino, saya menyukainya. Sepertinya dia akan menjadi tokoh sentral dalam X-Force.
            Adegan laga dan aksi salah satu yang paling ditunggu pada Deadpool. Dengan rating R, film ini menampilkan kebrutalan yang terkadang konyol dan kocak. Seoalah Deadpool ingin mengatakan “namanya juga film”. Berbagai kekacauan yang mengandung kecabulan serta Domino, aku menyukainya. Sudah berapa kali aku mengatakannya?
            Ada satu lagi yang menarik perhatianku: musik. Deadpool seperti mencoba mencuri formula Guardian of Galaxy dalam menempatkan musik-musik lama. Misalkan, Ost Yentl: Papa, can you hear me?  dengan bumbu parodi. Ada juga scene dengan latar Moonage Daydream David Bowie yang menjadi andalan para penjaga galaksi. All Out Love nya Air Suply saat trailer, serta Thunderstruck milik AC/DC ketik para X-Force terjun bebas. Ah, kalau dirimu tahu film Annie (1999), ada lagu Tomorrow-Alicia Morton yang mengiringi slow motion.
            Sesungguhnya yang paling besar mencuri perhatianku ialah Juggernaut. Pada film X-Men: The Last Stand, Ia nampak tak terlalu kuat dan seperti disia-siakan hanya untuk menabrak tembok dan kalah dengan konyol. Cobalah bermain SEGA Genesis atau video game Marvel, kau akan dibuat jengkel oleh Juggernaut sebagai salah satu bos sebelum menghadapi Magneto. Dan bersyukurlah karena Juggernaut mengikuti gaya komiknya, mulai dari kostum maupun kekuatan.
            Kau tahu, saat saya mendapatkan realitas bahwa gedung bioskop di surabaya, khususnya film Deadpool tak mengurangi kecemasan paska kejadian BOM. Buktinya, penonton Surabaya begitu antusias dengan film ini. Saat saya sampai, kursi full, dan kami mendapatkan tempat duduk deret ketiga di depan layar. Kali ini saya kurang begitu puas merasakan sensasi menonton Deadpool 2 lebih karena posisi duduk yang tak menguntungkan. Saranku, menontonlah setelah seminggu film ini diputar, semoga sudah mulai lengang. Ketika pulang nuansa bulan puasa mulai terasa. Tandanya bunyi petasan. Aku sulit membedakan bunyi petasan dengan bom di kota ini. Mungki karena belum pernah mendengarkan suara ledakan asli. Semoga saja tidak pernah. Jadi, saya akhiri dengan menyanyikan sebuah lagu

The sun will come out tomorrow
Bet your bottom dollar that tomorrow
There'll be sun
Just thinkin' about tomorrow
Clears away the cobwebs and the sorrow
'til there's none
When I'm stuck with a day that's grey and lonely
I just stick up my chin and grin and say, oh
The sun will come out tomorrow
So you gotta hang on
'til tomorrow, come what may!
Tomorrow, tomorrow, I love ya, tomorrow
You're always a day away!
            Oh, jangan mengalihkan pandanganmu dari layar karena ada banyak cameo pada film tersebut.

Cerita              : 8/10
Pemain           : 8,5/10
Ending            : 8/10
Overall            : 8/0

No comments:

Post a Comment