Tiap
kali ke toko buku, dimana pun itu, buku-buku yang menjadi Best Seller didominasi buku motivasi (efeknya buku bajakannya pun
bertebaran di toko buku bekas). Secara tidak langsung hal ini menandakan bahwa
masyarakat kita kurang motivasi atau masuk pada fase kurang percaya diri. Tidak
dapat dinafikan bahwa ada kalanya manusia mengalami disorientasi jati diri atau
dorongan. Saya pun pernah merasakan hal tersebut. Banyak buku-buku motivasi
yang saya baca dan beli, namun ada yang sedikit mengganjal dan itu fatal:
aplikasi. Kebanyakan membaca buku motivasi ternyata membawa dampak pada
tingginya teoritis, tetapi minim aplikasi. Sehingga, kita dapat memotivasi
orang lain dan sayangnya sulit memotivasi diri sendiri. Padahal itulah tujuan
awal saya membaca buku motivasi. Pada akhirnya, saya berhenti membaca buku
motivasi dan mulai mempraktekkannya.
Semenjak
itu setiap kali melihat brosur atau iklan tentang pelatihan motivasi atau yang
sejenisnya, saya hanya tersenyum geli dan geleng-geleng karena harga pelatihan/seminar
yang begitu mahal. Dan pesertanya tidak sedikit, ratusan atau mungkin ribuan
bahkan dibuat angkatan-angkatan. Begitu besar rasa ingin mengenal diri, sukses,
mendekatkan diri pada Tuhan atau hidup yang lebih baik harus diimbangi dengan
pengeluaran yang tidak sedikit. Ada yang berhasil dan tidak sedikit yang gagal.
Banyaknya
pelatihan/seminar motivasi tidak menurunkan tingkat depresi masyarakat karena
apa? Ya karena yang bisa ikut hal tersebut ya orang-orang berduit, kaya, mapan
atau penghasilan cukup. Padahal negara kita mayoritas MISKIN. Sehingga, saya
sempat berkesimpulan jika pelatihan/seminar motivasi adalah ladang bisnis.
BISNIS ya. Ada untungnya, dan tak gratis itu. Astagfirullah kok malah negatif
thinking gini. Tak boleh Boip... itu tidak boleh ya. Boip kan sudah baca
buku-buku motivasi jadi harus positif
thinking. Astagfirullah 100x... Ampuni
Boip ya Allah. Ya... maklumlah kalau mahal, itu kan ilmu. Emang gampang buat
teori? Buat diagram yang bulet-bulet atau kotak-kotak itu emangnya gampang?
Ilmu itulah yang buat mahal mas brooo...
Aduuh
saya takut dibilang klise ketika hendak mengetik, “bagaimana nasib masyarakat
miskin?” Ada banyak jawaban untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mari
mengucapkan Alhamdulillah karena
terdapat internet yang menyediakan secara gratis yang memuat hasil
pelatihan/seminar motivasi dan bersyukur karena tingkat pembajakan yang tinggi
sehingga tersedia CD atau buku bajakan. Lha terus mbah-mbah atau bapak-bapak
yang tidak kenal internet atau teknologi gimana? Ya, biarin. Derita mereka,
bukan kita. Hehehe... bercanda.
Pada
hakikatnya banyak lho kisah-kisah atau serat-serat yang mengandung motivasi
untuk kesuksesan materi, pengembangan diri, atau spiritual. Sayangnya, tradisi
masyarakat kita tidak terlalu mengejar materi jadi sedikit susah (bukan berarti
tidak ada) untuk menggali motivasi meraih kesuksesan materi. Meskipun ada
kisah-kisah mencari kesuksesan materi, akan tetapi ujung-ujungnya akan berakhir
pada spiritual. Permasalahannya kisah-kisah atau serat-serat itu memiliki
kemasan yang dalam sudut pandang marketing tidak terlalu menjual karena
terkesan jadul atau kuno. Bandingkan saja dengan pelatihan/seminar motivasi
saat ini yang bertaburan istilah-istilah ilmiah dan terkesan modern yang
didukung penelitian-penelitian ilmiah.
Berbanding
terbalik dengan budaya lokal yang terkesan kuno. Sebelum para wali, sebenarnya
Islam sudah muncul di Jawa dan daerah-daerah di Nusantara lain. Akan tetapi,
perkembangan Islam stagnan karena metode dakwah terbilang frontal. Karakteristik
masyarakat Jawa yang lembut dan halus tentu saja akan menolak ketika ada yang
berdakwah dengan penghakiman yang tidak secara langsung membid’ahkan atau
mengkafirkan. Perubahan metode pendekatan dilakukan oleh para wali melalui
berbagai cara, salah satunya melalui budaya. Saya ambil contoh wayang. Bukankah
masyarakat zaman dahulu sudah mengenal wayang dengan kisah dan tentunya sudah
banyak yang hafal? Tentu saja Para wali memahami hal tersebut, tetapi mereka melakukan
revolusi pewayangan baik dari substansi, bentuk wayang dan juga bentuk
pertunjukan yang hanya mempertontonkan bayangan. Hasilnya benar-benar membuat
masyarakat tertarik. Saya yang pernah melihat wayang meskipun hanya bayangannya
saja merinding dibuatnya.
Mungkin jika anda
pernah membaca kitab Mahabharata asli, kemampuan memanah Arjuna karena Ia
merupakan titisan Dewa Indra. Dalam pewayangan Jawa dikisahkan bahwa kemampuan
Arjuna karena berlatih memanah sampai akhirnya ia menjadi ahli panah. Selain berlatih
memanah, Ia juga dikenal sebagai ksatria yang rajin bertapa (puasa) agar
mendapatkan ridho Allah. Setidaknya jika anda menonton kisah Arjuna dalam
berlatih panah, mungkin anda tak perlu membaca buku 7 Habits Of Highly
Effective People karya Stephen
R. Covey. Atau memahami kisah pertemuan Bima dengan Dewa Ruci tentang hakikat
kehidupan sehingga anda tak perlu repot-repot mengikuti pelatihan/seminar ESQ
atau justru anda bisa meluruskan konsep ESQ perihal God Spot. Atau bagaimana
anda akan memahami Jamus Kalimasada sebagai pusaka paling penting dalam
kerajaan Amarta yang mengalami penggubahan berisi kalimat syahadat dan itu
dijabarkan dengan terang.
Lantas letak relevansi akses masyarakat miskin dengan pelatihan/seminar
motivasi? Ya itu tadi, tak ada akses. Bayar saja mahal bro... Akses internet
pun juga tidak merata dan hanya yang bisa saja. Kisah-kisah atau
serat-serat yang mengandung motivasi pun banyak yang dicap bid’ah, kafir, plural,
atau liberal. Masyarakat jadi takut lah. Sayangnya, tradisi kita bertutur
sehingga tak ada itu yang namanya diagram penjelas atau buletan-buletan dan
kotak-kotak yang menjabarkan konten dari kisah-kisah atau serat-serat seperti halnya
buku, pelatihan, atau seminar motivasi.
No comments:
Post a Comment