Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Nov 8, 2014

TIPS MEMBACA BUKU (I)

          Tiap kali bertemu adik tingkat dan teman selalu ada pertanyaan terkait cara agar bisa memahami buku atau agar suka membaca atau lebih sadis cara agar tidak mengantuk ketika membaca buku. Well, daripada saya repot-repot menjelaskan panjang lebar lebih baik saya menuangkannya dalam sebuah tulisan. Tinggal copy lalu paste dan send. Simpel dan tidak mumet.
            Sebenarnya untuk memahami buku kita harus membaca. Lha anak-anak dari SD sampai mahasiswa tentu sudah bisa membaca, lantas ngapain membuat tulisan tentang tips membaca? Betul bahwa sejak SD kita sudah bisa membaca, namun belum tentu kita membaca dengan baik dan tepat. Kita bisa saja membaca akan tetapi sering lupa atau bahkan tidak tahu isi dari sesuatu yang kita baca.
            Ketika negara ini sibuk meningkatkan minat baca masyarakat, negara-negara lain sudah mengajari siswanya membaca dengan baik dan tepat. Dari berbagai informasi yang saya peroleh di negara-negara maju, para siswa diwajibkan setidaknya membaca 2-3 buku dalam sehari. Bagaimana bisa? Kita saja menghabiskan satu buku membutuhkan waktu berhari-hari dan bahkan berminggu-mingu. Tenang, bro. Santai. Saya akan jelaskan satu per satu dari cara agar tidak mengantuk ketika membaca buku sampai membaca 2-3 buku sehari.
            Cara menumbuhkan minat baca sebenarnya cukup sederhana, yakni masalah kebutuhan. Kita perlu menggali kebutuhan serta tujuan membaca. Kebutuhan inilah yang akan menyadarkan kita arti pentingnya membaca. Sekedar berbagi pengalaman saja bahwa awal mula tujuan saya membaca hanyalah sekedar hiburan. Seingat saya, buku pertama yang saya baca adalah komik Dragon Ball. Yup, komik. Awas kalau tertawa. Komik bagi anak SD lebih menarik dibandingkan dengan buku cerita anak-anak lainnya karena banyak gambar. Setelah suka membaca, Ayah membelikan majalah anak-anak BOBO. Menjelang lulus SD, saya diperkenalkan dengan kisah Lima Sekawan, Goosebumps karya R. L. Stine, Harry Potter yang fenomenal, dan Sherlock Holmes. Peralihan dari cerita komik yang penuh gambar ke cerita fiksi yang full teks pada mulanya memang berat. SMP merupakan fase yang berat karena saya dilarang membaca komik, bahkan komik yang saya koleksi dibakar oleh Ayah karena prestasi di sekolah yang buruk. SMA terjadi perubahan bacaan yang luar biasa, yaitu dari fiksi populer ke sastra, biografi, dan berbagai buku yang berbau pornografi. Ada kekagetan psikologis dalam peralihan tersebut. Berawal dari kisah dan tema anak-anak beranjak pada sesuatu yang mengusik batin dan emosi. Bayangkan saja ketika terbiasa membaca Detective Conan ataupun One Piece kemudian beralih pada gaya bahasa Pramoedya yang membakar dengan berbagai permasalahan kemanusiaan. Ditambah rasa ingin tahu remaja tentang seksualitas. Baru setelah kuliah mulai menyukai buku pelajaran dan sesekali membaca fiksi untuk penyegaran. Padahal sebelumnya tak pernah sedikitpun tertarik dengan buku pelajaran. Maaf sepertinya saya bernostalgia terlalu panjang, paling tidak kamu bisa mengawali minat baca dengan sesuatu yang kamu suka. Selanjutnya kembali fokus.
            Ada banyak pertanyaan, mengapa ketika membaca buku cepat mengantuk, bosan, lelah? Ada beberapa kemungkinan hal itu terjadi. Pertama, buku itu ditulis dengan bahasa yang kaku sehingga cenderung membosankan. Kedua, kamu tidak menyukai topik buku yang kamu baca. Ketiga, kamu tidak berdialog dengan buku itu.
            Perihal alasan pertama banyak dijumpai pada buku pelajaran atau teori memang cenderung kaku dan membosankan. Berbanding terbalik dengan buku-buku fiksi yang lebih mudah diikuti karena gaya bahasa yang mengalir. Apalagi jika buku non fiksi tersebut disertai dengan istilah-istilah ilmiah yang tidak kita pahami maksudnya. Semua itu bukan alasan pemaaf untuk kita terus mengeluh dan menghindari buku non fiksi. Tindakan yang perlu kita lakukan adalah hancurkan es batu di dalam kepala kita. Memangnya ada es batu di dalam kepala kita? Ibaratnya es batu itu adalah otak kita. Alat untuk memecahkan es batu itu berupa palu yang kita sebut paksaan dan motivasi. Jika kita tidak memaksa otak kita bekerja dan membaca, es batu itu akan tetap padat dan keras. Pukul es itu bekali-kali sampai mencair, sehingga kita bisa memahami buku yang kita baca. Paksa otak kita untuk terus membaca sampai halaman terakhir. Pada saat menemukan kata atau istilah yang tidak kita pahami maka catatlah dan cari dalam kamus ilmiah atau di internet. Selain itu, perlu perubahan posisi membaca agar tidak mudah lelah, mengantuk, dan bosan. Bertahan pada posisi membaca justru membuat kita mudah lelah dan mengantuk, terutama membaca sambil tidur. Sesekali keluar ruangan dan membaca di ruang terbuka untuk menyegarkan otak kita.
            Adakalanya kita dihadapkan pada kondisi yang mengharuskan kita untuk membaca topik yang tidak kita suka, terlebih bagi pengambil kebijakan. Perlu perpaduan antara sudut pandang mata cacing dan mata elang. Ketika kita melihat dengan mata cacing akan nampak hal-hal kecil ataupun detail yang tidak terlihat oleh mata elang. Meskipun kita dapat melihat dengan jelas dan besar suatu permasalahan, namun kelemahan sudut pandang mata cacing juga terbatas. Posisi sudut pandang mata elang mengurangi kelemahan sudut pandang mata cacing karena kita bisa melihat dengan jelas dari kejauhan dan terbawa emosi serta suasana. Manfaat lain dari mata elang kita juga bisa melihat secara komprehensif atau holistis karena pada dasarnya generalisasi juga diperlukan.
            Walaupun kita tidak menyukai topik yang kita baca, terkadang terdapat informasi yang penting dan suatu saat berguna bagi kita. Informasi merupakan kekuatan yang sering membantu kita dalam hal-hal yang tak terduga. Dari komik hentai maupun majalah dewasa pun kita bisa memperoleh informasi yang bermanfaat. Witing tresno jalaran soko kulino, tumbuhnya rasa cinta atau suka berasal dari kebiasaan. Kebiasaan ini memerlukan suatu hubungan yang intensif. Bacalah topik yang tidak kamu suka secara intens agar terbiasa dan kemudian kamu akan menyukainya.
            Kemungkinan terakhir bahwa kamu tidak berdialog dengan buku itu terjadi karena kamu memposisikan buku sebagai benda mati. Orientasi kita untuk menyelesaikan sebuah buku membuat kita justru terjebak dalam interaksi satu arah dan itu sangat menjemukan. Setiap orang bisa saja menyelesaikan sebuah buku tanpa ada interaksi. Ini bisa saja menjadi fatal karena ada peluang kita dikencingi atau dikibuli. Efek lainnya kita bisa menjadi keras kepala dan melupakan (terutama buku-buku ilmiah) bahwa ilmu pengetahuan selalu berkembang dan tidak stagnan.
            Sejatinya, buku merupakan manifestasi dari si penulis. Sang penulis yang bisa berbicara, memiliki pendapat, ide atau gagasan. Ketika membaca kita membutuhkan imajinasi untuk berdialektika dengan si penulis yang hadir melalui tulisan. Dari sanalah muncul dialog antara pembaca dan penulis secara imajiner. Tiada rasa bosan dan yang ada merupakan suatu keasyikan bercengkrama dengan seseorang. Lantas bagaimana cara berdialog dengan buku? Cara berdialog dengan buku erat kaitannya dengan memahami isi dari suatu buku. Saya akan coba menjelaskannya pada pembahasan selanjutnya.

No comments:

Post a Comment