Tiap kali bertemu adik tingkat dan teman selalu ada
pertanyaan terkait cara agar bisa memahami buku atau agar suka membaca atau
lebih sadis cara agar tidak mengantuk ketika membaca buku. Well, daripada saya repot-repot menjelaskan panjang lebar lebih
baik saya menuangkannya dalam sebuah tulisan. Tinggal copy lalu paste dan send. Simpel dan tidak mumet.
Sebenarnya
untuk memahami buku kita harus membaca. Lha anak-anak dari SD sampai mahasiswa
tentu sudah bisa membaca, lantas ngapain membuat tulisan tentang tips membaca?
Betul bahwa sejak SD kita sudah bisa membaca, namun belum tentu kita membaca
dengan baik dan tepat. Kita bisa saja membaca akan tetapi sering lupa atau
bahkan tidak tahu isi dari sesuatu yang kita baca.
Ketika
negara ini sibuk meningkatkan minat baca masyarakat, negara-negara lain sudah
mengajari siswanya membaca dengan baik dan tepat. Dari berbagai informasi yang
saya peroleh di negara-negara maju, para siswa diwajibkan setidaknya membaca
2-3 buku dalam sehari. Bagaimana bisa? Kita saja menghabiskan satu buku
membutuhkan waktu berhari-hari dan bahkan berminggu-mingu. Tenang, bro. Santai.
Saya akan jelaskan satu per satu dari cara agar tidak mengantuk ketika membaca
buku sampai membaca 2-3 buku sehari.
Cara
menumbuhkan minat baca sebenarnya cukup sederhana, yakni masalah kebutuhan.
Kita perlu menggali kebutuhan serta tujuan membaca. Kebutuhan inilah yang akan
menyadarkan kita arti pentingnya membaca. Sekedar berbagi pengalaman saja bahwa
awal mula tujuan saya membaca hanyalah sekedar hiburan. Seingat saya, buku
pertama yang saya baca adalah komik Dragon Ball. Yup, komik. Awas kalau
tertawa. Komik bagi anak SD lebih menarik dibandingkan dengan buku cerita
anak-anak lainnya karena banyak gambar. Setelah suka membaca, Ayah membelikan
majalah anak-anak BOBO. Menjelang lulus SD, saya diperkenalkan dengan kisah
Lima Sekawan, Goosebumps karya R. L. Stine, Harry Potter yang fenomenal, dan
Sherlock Holmes. Peralihan dari cerita komik yang penuh gambar ke cerita fiksi
yang full teks pada mulanya memang berat. SMP merupakan fase yang berat karena
saya dilarang membaca komik, bahkan komik yang saya koleksi dibakar oleh Ayah
karena prestasi di sekolah yang buruk. SMA terjadi perubahan bacaan yang luar
biasa, yaitu dari fiksi populer ke sastra, biografi, dan berbagai buku yang
berbau pornografi. Ada kekagetan psikologis dalam peralihan tersebut. Berawal
dari kisah dan tema anak-anak beranjak pada sesuatu yang mengusik batin dan
emosi. Bayangkan saja ketika terbiasa membaca Detective Conan ataupun One Piece
kemudian beralih pada gaya bahasa Pramoedya yang membakar dengan berbagai
permasalahan kemanusiaan. Ditambah rasa ingin tahu remaja tentang seksualitas.
Baru setelah kuliah mulai menyukai buku pelajaran dan sesekali membaca fiksi
untuk penyegaran. Padahal sebelumnya tak pernah sedikitpun tertarik dengan buku
pelajaran. Maaf sepertinya saya bernostalgia terlalu panjang, paling tidak kamu
bisa mengawali minat baca dengan sesuatu yang kamu suka. Selanjutnya kembali
fokus.
Ada
banyak pertanyaan, mengapa ketika membaca buku cepat mengantuk, bosan, lelah?
Ada beberapa kemungkinan hal itu terjadi. Pertama,
buku itu ditulis dengan bahasa yang kaku sehingga cenderung membosankan. Kedua, kamu tidak menyukai topik buku
yang kamu baca. Ketiga, kamu tidak
berdialog dengan buku itu.
Perihal
alasan pertama banyak dijumpai pada buku pelajaran atau teori memang cenderung
kaku dan membosankan. Berbanding terbalik dengan buku-buku fiksi yang lebih
mudah diikuti karena gaya bahasa yang mengalir. Apalagi jika buku non fiksi
tersebut disertai dengan istilah-istilah ilmiah yang tidak kita pahami
maksudnya. Semua itu bukan alasan pemaaf untuk kita terus mengeluh dan
menghindari buku non fiksi. Tindakan yang perlu kita lakukan adalah hancurkan
es batu di dalam kepala kita. Memangnya ada es batu di dalam kepala kita?
Ibaratnya es batu itu adalah otak kita. Alat untuk memecahkan es batu itu
berupa palu yang kita sebut paksaan dan motivasi. Jika kita tidak memaksa otak
kita bekerja dan membaca, es batu itu akan tetap padat dan keras. Pukul es itu
bekali-kali sampai mencair, sehingga kita bisa memahami buku yang kita baca.
Paksa otak kita untuk terus membaca sampai halaman terakhir. Pada saat
menemukan kata atau istilah yang tidak kita pahami maka catatlah dan cari dalam
kamus ilmiah atau di internet. Selain itu, perlu perubahan posisi membaca agar
tidak mudah lelah, mengantuk, dan bosan. Bertahan pada posisi membaca justru
membuat kita mudah lelah dan mengantuk, terutama membaca sambil tidur. Sesekali
keluar ruangan dan membaca di ruang terbuka untuk menyegarkan otak kita.
Adakalanya
kita dihadapkan pada kondisi yang mengharuskan kita untuk membaca topik yang
tidak kita suka, terlebih bagi pengambil kebijakan. Perlu perpaduan antara
sudut pandang mata cacing dan mata elang. Ketika kita melihat dengan mata
cacing akan nampak hal-hal kecil ataupun detail yang tidak terlihat oleh mata
elang. Meskipun kita dapat melihat dengan jelas dan besar suatu permasalahan,
namun kelemahan sudut pandang mata cacing juga terbatas. Posisi sudut pandang
mata elang mengurangi kelemahan sudut pandang mata cacing karena kita bisa
melihat dengan jelas dari kejauhan dan terbawa emosi serta suasana. Manfaat
lain dari mata elang kita juga bisa melihat secara komprehensif atau holistis
karena pada dasarnya generalisasi juga diperlukan.
Walaupun
kita tidak menyukai topik yang kita baca, terkadang terdapat informasi yang
penting dan suatu saat berguna bagi kita. Informasi merupakan kekuatan yang
sering membantu kita dalam hal-hal yang tak terduga. Dari komik hentai maupun
majalah dewasa pun kita bisa memperoleh informasi yang bermanfaat. Witing tresno jalaran soko kulino,
tumbuhnya rasa cinta atau suka berasal dari kebiasaan. Kebiasaan ini memerlukan
suatu hubungan yang intensif. Bacalah topik yang tidak kamu suka secara intens
agar terbiasa dan kemudian kamu akan menyukainya.
Kemungkinan
terakhir bahwa kamu tidak berdialog dengan buku itu terjadi karena kamu
memposisikan buku sebagai benda mati. Orientasi kita untuk menyelesaikan sebuah
buku membuat kita justru terjebak dalam interaksi satu arah dan itu sangat
menjemukan. Setiap orang bisa saja menyelesaikan sebuah buku tanpa ada
interaksi. Ini bisa saja menjadi fatal karena ada peluang kita dikencingi atau
dikibuli. Efek lainnya kita bisa menjadi keras kepala dan melupakan (terutama
buku-buku ilmiah) bahwa ilmu pengetahuan selalu berkembang dan tidak stagnan.
Sejatinya,
buku merupakan manifestasi dari si penulis. Sang penulis yang bisa berbicara,
memiliki pendapat, ide atau gagasan. Ketika membaca kita membutuhkan imajinasi
untuk berdialektika dengan si penulis yang hadir melalui tulisan. Dari sanalah
muncul dialog antara pembaca dan penulis secara imajiner. Tiada rasa bosan dan
yang ada merupakan suatu keasyikan bercengkrama dengan seseorang. Lantas
bagaimana cara berdialog dengan buku? Cara berdialog dengan buku erat kaitannya
dengan memahami isi dari suatu buku. Saya akan coba menjelaskannya pada
pembahasan selanjutnya.
No comments:
Post a Comment