Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Sep 18, 2014

Review Song of Innocence: Napak Tilas U2


Membahas U2 tidak akan ada habisnya. Pada mulanya saya mendengar kata U2 dari OST Mission Immpossible yang ikonik itu. Padahal sebelumnya With Or Without You kemudian Beautiful Day sudah akrab ditelinga, namun saat itu masih belum kenal siapa penyanyinya karena kaset tape babe tak ada wadahnya. Kemudian Elevation yang menjadi soundtrack Tomb Rider membuat saya semakin penasaran dengan band ini. Ada kisah menarik dengan lagu ini. Suatu hari ada toko kaset CD bajakan yang memutarnya dan saya berhenti untuk melihat penyanyinya (Dulu tak paham credit dalam film. Bodohnya aku, padahal tinggal muter aja filmnya dan lihat kreditnya). Sampai pada akhirnya saya jelajahi tiap toko kaset CD dan tape untuk menanyakan U2. Hingga saya jengkel pada penjualnya karena jelas-jelas ada kaset U2 dibelakang si penjual menggantung dengan indahnya, eh dia bilang tak ada dan saya nunjuk serta bilang “yang itu, pak.” Tau kah apa yang dibilang si penjual? “Oooh, U Dua (maksudnya U2). Ngomong to, mas.” Rasa jengkel tiba-tiba pengen ketawa karena saya selalu bertanya U2 dengan cara pengucapan yutu (You Two). Ternyata dengan bertanya U Dua saya mendapatkan kaset yang lumayan banyak, padahal sebelumnya nihil.
Mohon maaf, saya mengenal U2 dari bajakan karena yang asli sangat sulit ditemukan di desaku. Saya bersyukur dari bajakan tersebut mengenal lagu-lagu hits U2 mulai dari Where The Street Have No Name, One, Bad, Sunday Bloody Sunday,I Still Haven’t Found What I’m Looking For dll. Poin yang membuatku suka dengan band ini adalah musik dan vokal tertata dengan pas. Secara pribadi, tiap kali mendengar lagunya serasa berada di dunia lain yang belum terjamah. Vokal Bono pun terkadang sendu dan di lagu lain menghentak yang akan membuatku berkata “WOW! Kok bisa ya?” Dulu tak jarang pula saya jadikan musik U2 sebagai relaksasi sebelum penjelajahan ke dunia antah berantah atau sekedar mencari inspirasi karena bunyi-bunyian anehnya.
Bulan ini spesial karena U2 mengeluarkan album baru secara gratis. Beeh, saya suka gratisan meskipun ada yang bilang jika gratisan biasanya jelek, but I don’t Care. Album Song of Innocence terdengar simpel dan sederhana. Pada beberapa lagu nampak ingin mengembalikan nuansa pada album-album awal mereka. Walaupun banyak kritik terhadap album No Line On The Horizon, U2 selalu ditunggu karya-karyanya karena bisa dibilang band ini adalah parameter. Majalah Rolling Stone menobatkan U2 sebagai penguasa dekade 00 (2000-2010), meskipun dalam hal penjualan Coldplay lebih tinggi namun jika kita berbicara penguasa maka tak akan lepas pada pengaruh. Secara tak langsung pun Chris Martin, vokalis Coldplay, menjadikan Bono sebagai inspirasi. Ini bisa dilihat ketika lagu pembuka pada salah satu konser Coldplay adalah Magnificent dari album No Line On The Horizon.
Lagu dibuka dengan The Miracle (Joey Ramone) yang menampilkan usaha U2 untuk mengembalikan unsur post-punk mereka tapi rasanya tak sampai. Choir intro menjadikan lagu ini cocok untuk jingle iklan Apple. Meskipun tak ada yang spesial dalam lagu ini, namun cukup kenyal untuk lagu pembuka. Every Breaking Wave dimulai dengan suara lembut Bono yang mengingatkanku pada lagunya Nidji. Chorus beranjak memberikan kemegahan ala U2. California (There is no End to Love) mengingatkanku pada lagu New York yang sedikit membosankan. Akan tetapi, nampaknya U2 belajar dari kasus New York dalam memperbaiki California. Bunyi lonceng dan repitisi kata Santa Barbara memberikan kesan yang mistis pada lagu ini. Suara gitar Edge yang beachy terdengar menyenangkan dipadu dengan Larry Mullen yang mensimulasikan suara ombak. Vokal Bono “whoa.. o..o..” masih terngiang-ngiang pada beberapa kesempatan.
If there is a light, you can't always see,
And there is a world, we can't always be.
If there is a dark, that we shouldn't doubt,
And there is a light, don't let it go out.
And this is a Song, a Song for Someone;
This is a Song, a Song for Someone
Penggalan lirik di atas merupakan bagian dari lagu Song for Someone yang mendayu-dayu dan diiringi petikan gitar yang romantis. Pada awal lagu vokal Bono terdengar rendah dan datar, tapi terselamatkan oleh petikan gitar serta eksekusi selanjutnya yang menunjukkan kualitas lagu ini. Gumam di backing vokal menambah kesan cengeng nan cantik. Sebuah lagu yang bercerita tentang susahnya memperjuangkan dan mempertahankan sebuah cinta. Setidaknya saya dan Ghinan punya lagu yang tak kalah romantisnya dengan lagu ini hehehe…
Irish (Hold Me Close) menurut saya merupakan pengembangan dari I Still Haven’t Found What I’m Looking For dan Sometime You Can’t Make It on Your Own karena memiliki beberapa kesamaan dalam beberapa bagian. Lagu ini seperti halnya Lemon, I Will Follow, dan Tomorrow yang didedikasikan untuk ibu Bono. Selanjutnya adalah Volcano yang menjadi salah satu kesukaanku dalam album ini. Adam Clayton dengan betotan bass mengawali lagu ini. Sedikit teringat genre lagu-lagu awal U2 yang post-punk. Tidak terlalu lama bagi saya untuk menyukai lagu ini walau tak segarang Vertigo.
YOU ARE ROCK N ROLL
YOU AND I ARE ROCK N ROLL
YOU ARE ROCK N ROLL
YOU AND I ARE ROCK N ROLL
Volcano, you don’t wanna, you don’t wanna know.
Volcano, Something in you wants to blow
Volcano, You don’t wanna, you don’t wanna know
Belum cukup dengan Volcano, kita diajak dalam sebuah lagu yang kaya dengan musik instumen. Intro yang tidak asing, saya masih terus mengingat-ingat itu mirip suara apa. Ketegangan dalam lagu ini kental terasa untuk menampilkan gejolak politik yang berdarah masa lalu. Lirik I don’t believe anymore, I don’t believe anymore yang pelan sedikit mengurangi ketegangan menjadi jembatan menuju hentakan chorus yang cantik. You don’t believe it.
Cedarwood Road bercerita tentang persahabatan tatkala beranjak dewasa di sebuah jalan bernama Cedarwood. Mereka mencoba bernostalgia dengan jalan cerita Where The Street Have No Name. Menjelang detik ketiga puluh detik hentakan musik sulit untuk menghentikan kaki untuk mengikuti iramanya. Riff rendah Edge dan ritme pukulan yang solid menambah berat lagu ini. It was a war zone in my teens, I’m still standing on that street. Sedikit menyindir kita-kita, nih. Pada saat di luar sana terjadi perang, kita hanya duduk minum kopi sambil merokok. Sadis.
Denyut gelombang synthesizers yang kemudian ditumpuk string dan melodi dering sampai suara berisik riff Edge mengalun lembut tapi membakar membuat lagu Sleep Like A Baby Tonight berkelas. Didukung dengan lirik kelam lagu terasa satire. Lagu beranjak pada sebuah penghormatan kepada Joe Strummer, This Is Where You Can Reach Me Now. Lagu yang bisa saja dibuat dance remix. Edge menambahkan riff Reggae dan si Clayton ngebass macam bassisnya band Punk-Rock The Clash, siapa lagi jika bukan Paul Simonon Gustave. Asyik.
Finally, The Trouble. Sebuah lagu balada yang dimulai dengan suara halus wanita dan falsetto Bono menusuk membuat merinding. String sederhana Edge menambah kuat lagu ini yang menjadi megah membuatku serasa dalam dunia asing yang ingin kusinggahi.
Album ini mungkin akan mendapatkan banyak kritik karena kita seperti tidak mengenal band besar ini. Simpel, sederhana, dan seperti sedang mencari jati diri. Tapi jangan dilupakan bahwa ini adalah Song of Innocence yang merupakan refleksi musik mereka sebelum menjadi terkenal dan masih menjadi pemuda yang lugu nan polos. Whatever The Critics say, I always love U2. Oh, iya saya pernah mengira jika Robin Williams adalah Bono. OK, saatnya mutar Discotheque.



2 comments:

  1. Yeah, band paling surviving & konsisten di balantika musik dunia. U2, not just a band!

    ReplyDelete
  2. Like california song. Best song for me

    ReplyDelete