Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Oct 13, 2019

Catatan Si Pemalas #22






Barangkali baru tahun ini aku datang ke BBW seorang diri. Biasanya ada seorang kawan yang menemani atau malah rombongan. Tapi, biarlah toh sekarang juga dekat jaraknya (meski memakai motor pinjaman).

Aku membawa tiga buku, dua buku lainnya sudah kukenal dekat: Madiano dan Llosa. Satunya merupakan hasil minat dan insting. Jelas ini beresiko kena sindiran James Joyce, “Life is too short to read a bad book.” Kalau dana mepet mungkin aku sedikit berhati-hati, tetapi mumpung ada lebih hehehe...

Biasanya aku punya kriteria khusus bila menghadapi kondisi demikian. Aku tak begitu peduli dengan sampulnya yang hanya hitam dengan tulisan yang agak blur. Sinopsis dan blurb novel tak menjadi fokusku. Aku membaca bagian paragraf pembuka novel:

“The first hippopotamus, a male the color of black pearls weighing a ton and a half, was shot dead in the middle of 2009. He'd escaped two year before from Pablo Escobar's old zoo in the Magdalena Valley. And during that time of freedom had destroyed crops, invaded drinking troughs, terrified fishermen and even attacked the breeding bulls at a cattle ranch. The marksmen who finally caught up with him shot him once in the head and again in the heart with .357 caliber bullets, since hippopotamus skin is thick. They posed with the dead body, the great dark wrinkled mass, a recently fallen meteorite. And there, in front of the first cameras and onlookers, beneath a saber tree that protected them from the harsh sun, explained that the weight of the animal would prevent them from transporting him whole, and they immediately began carving him up.”

Menurutku, ini lead yang keren. Banyak penulis begitu lama memikirkan paragraf pembuka yang dapat memikat pembaca, dan Vasquez berhasil. Kuda Nil, Kebun Binatang Pablo Escobar, dan penembakan. Pablo Escobar, seorang raja kokain dari Kolombia yang sempat dibuat tv series berjudul Narcos. Imajinasiku banyak menerka isi dalam novel.

Masih penasaran, kubuka lembar terakhir novel. Pembaca disuguhi pertanyaan yang memborbardir,
“Would i ask her where she was, if i could go and pick her up or if i had the right to hope she'd come back? Would I keep quiet so she could realize she'd made a mistake abandoning our life? Or would I try to convince her, tell her that together we could defend ourselves better from the evil of the world, or that the world was too risky a place to be wandering on our own, without anyone waiting for us at home, who worries about us when we don't show up and who can go out to look for us?”

Awalan dan penutup buku serasa begitu tak asing. Jika ini berkaitan dengan narkoba sepertinya aku sudah cukup kenyang dengan kisah-kisah moralitas polisi, pecandu, korban, dan pengedar. Setelah mendekam lama di kamar untuk menghabiskan buku ini, ada rasa gamang yang menghimpit. Ada beberapa hal yang kucatat dalam novel ini, semoga tidak terjadi miss dalam pembacaan bahasa inggrisku.

Narator dalam novel ini begitu dekat denganku, Antonio Yammara, seorang dosen hukum yang bersih dari berbagai hal yang berkaitan dengan narkoba. Hingga kemudian terjadi penembakan yang mengubah hidupnya. Ia terbebani oleh masa lalu kawannya dan berusaha mengupasnya dengan tenang. Kisah pribadi kerap politis, dan bekas luka Yammara mewakili luka negara Kolombia dari cengkeraman Pablo Escobar.

Vasquez menaruh pengalaman traumatis yang begitu intim terhadap mereka yang secara langsung dipengaruhi oleh orang-orang sekitar, dengan cara yang sering kita temui. Aku pun terkadang tak berdaya untuk memprediksi atau mencegahnya. Dahulu sering kali aku berpikir, apakah hal tersebut akibat dari suatu tindakan yang telah dipilih ataukah dari peristiwa ketika aku tidak memiliki kontrol terhadap hal tersebut. Sulit untuk mengatakannya, antara marah dan penyesalan.

Aku banyak menyaksikan kejatuhan seseorang karena suatu keputusan yang membuat kekacauan, hubungan retak dan luka yang mendalam. Dan Vasquez memberikan pertanyaan besar terkait itu, apakah mungkin manusia menjalani hidup seolah-olah hal tersebut tidak terjadi? Atau itu strategi manusia untuk berpura-pura bahwa mereka menjalani kehidupan yang normal? Ada bagian yang menarik terkait hal ini dalam novel, “the saddest thing that can happen to a person is to find out their memories are lies”.

Vasquez dengan cerdik benar-benar mengeksplorasi kompleksitas pengalaman manusia. Trauma, entah itu besar atau kecil, berdampak luas atau personal, paling tidak ia ingin menunjukkan suatu eksistensi manusia. Apalagi di negara yang kacau karena dosa-dosa masa lalu, tak sekedar objektif melainkan juga subjektif. Yah, kita terlalu lama mendekam untuk memahami tekanan dan peristiwa yang justru menyebabkan penderitaan luar dan dalam. Tanpa bertindak dan mencoba berpura-pura. Pernyataan “andai saja” atau “seumpama” tak akan memberikan manfaat yang signifikan.





1 comment:

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete