Penulis : Jonas Jonasson
Tebal :
viii+508 hlm. 20,5 cm.
Cetakan :
Kedua, 2014
Penerbit :
Bentang Pustaka
“Balas dendam seperti politik, satu hal akan
diikuti hal lain sehingga yang buruk menjadi lebih buruk dan yang lebih buruk
akan menjadi paling buruk.”
Mulanya saya
tidak tertarik dengan buku ini. Alasan pertama, sampulnya yang berwarna hijau
sehingga terkesan agak norak. Kedua, jenis kertas buram yang saya curigai
sebagai buku bajakan, tetapi kok dijual di toko buku besar dengan harga yang
lumayan mahal untuk kertas buram (karena masih mikir bajakan). Ketiga, judul
yang terlalu panjang untuk sebuah novel seakan-akan buku ini seperti karya
ilmiah. Ketiga alasan itulah yang menjadi kelemahan awal dari buku ini.
Berbagai ulasan
dari El Mundo, Le Figaro dan The Observer
menarik minatku. Terutama karena buku ini merupakan buku humor dan saat itu
saya butuh humor di tengah kejaran proposal Tesis. Rileks sebentar tak apalah.
Bagian awal novel
terasa sangat lambat. Allan Karlson menjadi kakek yang menyebalkan dan tidak
bisa diam (ternyata masa mudanya juga sudah menyebalkan). Namun, lambat laun
kisah mulai menunjukkan keseruannya. Dibangun dengan penuh kesabaran dan rapi
menjadi nilai tambah buku ini. Benar saja novel ini dipenuhi humor-humor kocak
dengan alam pemikiran Allan yang tidak suka politik dan anti komunis. Yang dia
suka adalah Vodka. Keahliannya adalah membuat vodka dari susu kambing dan
membuat bom atom. Berbagai tokoh dunia dipertemukan dengan Allan dan memiliki
benang merah cerita dengannya. Paling mengejutkan dan kocak ketika ada
Indonesia dengan semua perilaku warganya (orang Swedia ini dapat cerita darimana coba? Mungkin dia
pernah berlibur ke Bali hahahaha…).
"Indonesia adalah negara di mana segalanya
mungkin," ujar Allan pada Kapten Pesawat.
Bagian
yang saya suka ketika si kakek ingin mendarat di Bali tanpa memiliki izin
mendarat.
"Nama saya Dolar," kata Allan. "Seratus ribu
dolar." Kemudian hening.
"Anda masih disana, Mr. Dolar?"
"Seratus ribu," kata Allan. Saya Mr. Seratus ribu
dolar, dan saya minta izin untuk mendarat di bandara anda."
"Maaf, Mr. Dolar, suaranya jelek sekali. Maukah anda
menyebutkan nama depan anda sekali lagi?"
"Nama depan saya Dua ratus ribu, apakah kami boleh
mendarat?"
"Selamat datang di Bali, Mr. Dolar. Senang anda
berkunjung kemari."
Jonas menceritakan
kisah Allan tua dan muda yang semuanya memiliki jalinan kisah yang menarik,
seru dan tentunya kocak. Kebrutalan dan kesadisan tidak melulung
menakutkan, sebaliknya justru dibalut dengan humor. Latar belakangnya sebagai
wartawan dan juga pegiat media memudahkannya untuk meramu peristiwa sejarah
dengan kisah fiktif Allan Karlsson. Layaknya novel Forrest Gump mungkin akan
menarik jika difilmkan dan dengan gaya penceritaan seperti The Godfather: Allan
muda dan tua. Jason sukses menghibur pembacanya. Disamping ketiga kelemahan
yang saya sebutkan sebelumnya, buku ini diterjemahkan dengan baik sekali. Ringan
dan menghibur. Cocok untuk anda yang sedang mengalami tekanan.
No comments:
Post a Comment