Bingung karena
beasiswa belum cair yang berdampak pada belum bisa membayar semesteran dan
tentu saja menunda sidang proposal tesis (syaratnya sidang proposal adalah
tidak memiliki tanggungan biaya semesteran), so mari kita bicarakan Film Terbaik dalam Academy Award 86th.
Nominasi kali ini menampilkan film American
Sniper, Boyhood, Birdman, The Grand Budapest Hotel, The Imitation Game, Selma,
The Theory of Everything, Whiplash. Mari kita bicarakan satu-satu.
American Sniper. Jangan ditanya mengapa film ini masuk nominasi
oscar. Jelas alasannya, Patriotisme. Amerika memang menggandrungi film dengan
tema patriotisme. Apalagi film ini menceritakan tentang Chris Kyle, sniper
legengaris AS yang telah membunuh lebih dari 160 orang (konon menjadi salah
satu sniper paling mematikan di dunia). Dan pantas jika rakyat AS mengenal
dekat tokoh ini dan menjadi box office.
Menurut saya, kualitas film ini biasa saja. Saya tidak terlalu mengenal dekat
dengan Kyle dalam film. Berbeda jika saya bandingkan dengan Enemy At The Gate yang kita bisa
mengenal lebih dekat dengan Vasily Zeitsev. Persaingan antara Kyle dan Mustafa
pun tidak seseru Zeitsev melawan Major Koenig. Akting Bradley Cooper pun tidak
seistimewa ketika berperan di Silver
Linings Playbook. Bila disandingkan dengan The Hurt Locker maupun Platoon
yang sama-sama mengangkat patriotisme AS yang suka berperang, American Sniper masih belum memenuhi
ekspektasi sebagai pemenang Film terbaik.
Boyhood. Film yang biasa saja. Akan tetapi karena biasa itulah
menjadi luar biasa. Kisah perjalanan anak kecil sampai remaja direkam dengan
apik. Kita seperti mengenang perjalanan hidup kita dengan segala kebiasaan dan
perkembangan psikologisnya terutama bagi anak yang broken home. Pembuatan film yang selama 12 tahun menunjukkan
dedikasi yang luar biasa. Jika melihat dedikasinya, Linklater pantas meraih Best Directed. Karya Orisinal yang
menyentuh.
Birdman. Drama humor absurd yang menawan. Bagi penonton awam
mungkin tak begitu memahami film ini. Keaton menampilkan sosok aktor mantan superhero
yang pensiun dan redup popularitasnya dan mencoba mengembalikan kembali
bintangnya melalui theater. Sepanjang film anda akan bertanya-tanya, apakah
Riggan memiliki kekuatan super ataukah itu hanya imajinasinya? Jawabannya akan
anda temukan pada akhir film dengan sebuah senyuman sambil memaki di dalam
hati. Antara Riggan dengan Keaton memiliki kesamaan, yaitu sama-sama pernah berperan
sebagai super hero. Riggan sebagai Birdman dan Keaton sebagai Batman karya Tim
Burton. Inilah yang membuat aktingnya mampu memukau kita dengan segala
kerumitan dalam dirinya. Good Job!
The Grand Budapest Hotel. Saya menyukai film dengan seluruh
kekonyolan orisinal khas Wes Anderson. Film mewah nan megah dengan plot rumit,
namun gaya bertutur yang sederhana. Banyak warna kontras membuat ceria dan
menyenangkan. Anda akan terhibur dengan segala keanehan film ini dan mungkin
beberapa tahun ke depan film ini masih akan menjadi perbincangan. Diisi dengan
pemain-pemain yang mumpuni menambah kuat kesan mewah. Tetapi, bila menilik
kebiasaan Oscar untuk film terbaik nampaknya film ini harus mengalah dengan
film lain. Atau pihak panitia ingin menambah gaya baru dalam pemenang film
terbaik oscar.
The Imitation Game. Ada sebuah rumus bahwa jika ingin menang dalam
oscar, kita harus membuat film tentang tokoh besar. Mulai dari film Gandhi, Braveheart (William Wallace), A
Beautiful Mind (John Nash), sampai The
King’s Speech (King George VI). Film ini memenuhi rumus tersebut karena
inilah film yang berkisah tentang Alan Turing. Siapa Alan Turing? Simpelnya adalah
dia peletak dasar dari evolusi komputer. Tanpa jasa Turing mungkin kita tak
akan bisa menikmati yang namanya komputer. Tiga timeline dihadirkan dalam film
ini. Saat Turing masih remaja yang penuh bullying
dan cinta pertamanya, saat perang dunia II berlangsung dan pasca perang dunia
II. Kita dibawa pada dunia Turing yang rumit dengan segala perhitungannya dan
kepribadiannya. Dan Benedict mampu memuaskan saya dengan film ini. Adegan bunuh
dengan apel yang dicampur sianida pun tak perlu kita tonton unuk mendapatkan
kompleksitas pada diri Turing. Saya menjagokan film menang sebagai film
terbaik.
Selma. Seperti halnya The
Imitation Game, film ini juga menerapkan rumus yang sama. Kali ini tokohnya
Martin Luther King Jr. Di samping itu, film menerapkan rumus lain yang kerap
menang oscar, yaitu HAM. Persamaan hak, diskriminasi minoritas, dan rasial
merupakan hal-hal sensitif yang mampu meraih simpati dewan juri oscar. Tengoklah
12 Years a Slave misalnya. Secara subjektif,
saya lebih menyukai The Help
dibandingkan film ini meskipun memiliki tema yang sama. Adakalanya kuda hitam
memang mampu mengejutkan dan muenyingkirkan film lain.
The Theory of Everything. Film yang diangkat dari sebuah judul buku
Stephen Hawking. Bukan berkisah isi di dalam buku melainkan kisah hidup si
jenius Hawking lah yang diangkat pada film ini. Sebagai sebuah film secara
utuh, film ini menarik karena ada beberapa hal yang membuat film ini istimewa,
yaitu penampilan Eddi Redmayne dan kisah di samping kehidupan Hawking. Lucunya,
Eddi harus bersaing dengan Benedict Cumberbatch yang juga pernah memerankan
Stephen Hawking tahun 2004 dalam Hawking,
tapi kali ini memerankan Alan Turing. Rumus pemenang Oscar yang berkisah
penyandang cacat dan ‘jenius’ memang selalu menarik. Ada perpaduan antara Forrest Gump dan A Beautiful Mind pada film ini. Sayangnya The Theory of Everything tidak ada kejutan dan kelucuan seperti
kedua film tersebut.
Hehehe Whiplash. Saya terkesan dengan bangunan
cerita pada film ini. Konflik dibangun secara rapi dan penuh kesabaran. Yah… JK
Simmon mampu memberikan tekanan dan ketegangan bahkan juga kejutan di akhir
cerita. Kisah sederhana yang mampu membuat penontonnya betah dan tertawa serta
jengkel. Hahaha…
Wes to? Saiki ngene wae,
awakmu milih ndi? Secara jujur saya mengakui bahwa film terbaik oscar ke 87
memang ketat dan memiliki kualitas yang sama bila dibandingkan dengan
tahun-tahun lalu. Apabila terjadi anomali, bisa saja yang menang The Grand Budapest Hotel. Kejutan selalu
ada di dalam Oscar, layaknya The Artist
atau Sheakspeare In Love. Atau jika
mengikuti rumus bisa jadi Selma, The Imitation
Game, atau The Theory of Everything.
Mungkin realitas Boyhood mampu
memengaruhi juri oscar. Bila saya jurinya saya akan memilih diantara The Imitation Game dan Whiplash.
pokok'e mi milih bennedict cumberbatch..haha
ReplyDelete