Pertengahan
bulan Juni begitu unik. Bukan perkara tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan
Juni, kecuali jomblo di bulan Syawal. Yah bulan syawal biasanya dibarengi
dengan bulan patah hati. Tatkala cinta tak direstui atau cinta karam kala berlabuh.
Lihatlah
jalan desamu yang biasanya lengang kemudian menjadi sesak. Di tengah-tengah kemacetan
para pemudik itu ditambah hati yang remuk, hidup saat itu mesti sumpek. Kok aku
bisa tahu? Ya, bisalah. Pernah mengalami.
Kesumpekan
itulah yang membuat suara di seberang telepon sana sesenggukan karena patah
hati. Pada 11 Juni kemarin seseorang di telepon bercerita jika sedang patah
hati dan berencana bunuh diri. WTF!!! Tenang, saya tahu kalau dia tak bakal
senekat itu. “Solusinya ada dua. Pertama, kamu ke dukun biar dia kembali dan
keluarganya merestui. Tapi, rugi. Dosa sudah besar, tapi cuman dapat dia.
Mendingan kalau ke dukun sekalian minta pelet artis-artis yang lemah iman.” Dia
ketawa terbahak dan aku sedikit lega. “Kedua, kamu minta kepada si pemilik
hati, yakni Allah. Tapi, kudu hati-hati kalau berdoa. Ada do’a yang mustajab, insya
Allah, namun kudu khatam sek ‘ngajine’.”
Anehnya,
seminggu sebelumnya ada juga yang mengutarakan niat yang sama karena patah hati.
Jadi, ada dua orang dalam waktu berdekatan yang mengalami hal yang sama dengan
niat yang sama. Bab yang satu ini pancen
huaaffuu.
Entah
kesambet malaikat apa diriku pada hari selasa tanggal 11 Juni di bawah terik matahari yang tertutup pohon
kersen kala itu. Pada hari itu kuberikan tips padanya. Tips yang saya sendiri
tak tahu pasti dapat dari mana, buku atau kitab apa.
Rajin sholat lima waktu tidak bisa kamu jadikan satu-satunya patokan dalam memilih pasangan. Itu sudah perkara wajib, jadi ya biasa saja. Ada hal lain selain sholat lima waktu yang juga harus kamu jadikan patokan. Sikap baik saja pun tidak cukup. Kamu perlu memerhatikan ini:
- Bagaimana ketika dia marah? Apakah alasannya dibenarkan syariat? Lihat alasan dia marah;
- Seberapa amanah dirinya;
- Seberapa adil sikapnya;
- Seberapa jujur perilakunya;
- Sejauh mana kesamaan visi kalian dalam membangun rumah tangga, mendidik anak dll.
Obrolan
siang itu menggantung karena ada panggilan lain. Diriku menjadi khawatir
dibuatnya. Esoknya, hari rabu tanggal 12 Juni di bawah naungan pohon kersen yang
menyelipkan kehangatan cahaya pagi kucoba menghubunginya kembali. Takut
kalau-kalau dia menjalankan niatnya. Aku bersyukur dia masih bernapas dan
membalas meski sudah mulai sibuk dengan kerjaannya. Yah, aku hanya bisa memberikan nasihat padanya.
Ingatlah kisah-kisah orang salik yang pernah kamu baca atau kenal. Masih banyak yang bisa kita syukuri. Di tengah-tengah kemacetan dan kesemerawutan pemudik, kita ikut senang melihat wajah bahagia mereka yang terlepas dari beban kerja, tugas-tugas sekolah. Kita masih bersyukur masih ada sanak famili yang dikenali dan dibuat tujuan wara-wiri. Masih ngerti kalau sate ayam itu enak. Masih bisa cengengesan lihat televisi. Masih bisa ngelus dada kala ayah-ibumu dengan tulus mencereweti.
Juni
memang bulan yang perlu tabah. Aku pun sama perlu tabah dan sabar mencari file berita
acara seminar yang perlu diunggah. Ada 6.385 email masuk yang belum terbaca. Aih...
malas kali! Di tengah berjibunnya email masuk, aku mengandalkan fasilitas pencarian
dengan menggunakan kata kunci. Apesnya, tidak satu pun muncul. Kucoba mencari
dengan pencarian nama pengirim, sek... sek...
jenenge sopo sing ngirim? Mampus, lali!