Aku terduduk di bandara Juanda sambil memikirkan rencana Allah sebulan lalu. Januari ialah bulan hancur lebur fisik dan psikis. Disebabkan oleh kebaikan-Nya, kini diriku sudah berada di Makassar. Berlibur, menghilangkan segala lelah, dan menenangkan pikiran dalam waktu yang lama pula. Hehehe kapan lagi coba?
Kupandangi
lautan dengan bercak putih awan dari dalam pesawat menuju Makassar. Dari jauh
kubayangkan Bartimaeus atau Marid dalam riwayat yang lain, menjatuhkan cincin Sulaiman
di lautan. Raja yang digdaya tersebut harus terlunta-lunta selama
berpuluh-puluh hari karena kehilangan cincinnya dan tak ada yang menganggapnya
sebagai Sulaiman bin Daud. Sedangkan, pencuri cincin telah duduk di singgasana selama
itu pula dengan menyerupai wujud Sulaiman beserta kekuatan cincinnya.
Sisi
positifnya, Sulaiman menjadi tahu sifat asli para abdi dan penasihat di sekitarnya.
Ia dikucilkan, diusir, dan tak diakui sebagai Sulaiman bin Daud. Hanya beberapa
orang saja yang tahu. Ia pun hidup sebagai rakyat biasa sembari menunggu
investigasi dari orang kepercayaannya dan menjatuhkan raja palsu yang mencuri
cincin Sulaiman. Pada fase ini, Ia melihat wajah kerajaannya dari jauh dan
kehidupan rakyatnya dari dekat. Bagiku, itulah fase hidup paling menarik nabi
Sulaiman ketika segala perintahnya tak digubris, bahkan nyaris tak ada yang
mengajaknya bicara. Segala kemegahan dan wibawanya lenyap.
Fase
hidup yang membuatku juga tertarik pada kehidupan Goblin Slayer. Ketika para petualang berhasrat membunuh naga,
monster-monster kuat, Goblin Slayer
hadir untuk membasmi goblin. Ia begitu diremehkan karena fokus membunuh goblin
yang dianggap kasta makhluk terendah yang menyerang desa-desa dan hanya diburu
sebagai batu loncatan bagi para pemula. Goblin
slayer semakin dicemooh, terutama para ksatria kelas atas, karena sebagai ksatria
peringkat silver seharusnya berburu naga atau iblis, bukan goblin. Tindakan goblin slayer yang sulit dipahami para
ksatria lain pada dasarnya memiliki latar belakang dan pemahaman yang kuat
terhadap goblin. “Mereka (goblin) bodoh, tapi tidak idiot,” katanya suatu
ketika. Di sisi lain, ia semakin terkenal di kalangan rakyat jelata hingga
lahir syair dan lagu untuk penghormatan goblin
slayer.
Aku
hanya tersenyum ketika terjadi turbulensi pesawat. Aku digoncangkan untuk
melupakan misi yang tak mungkin selesai. Hidup memang banyak misi-misi. Ada yang
selesai, tetapi banyak juga yang tak mungkin selesai. Entah karena kita menolak
untuk menyelesaikannya atau ditolak untuk menyelesaikannya. Ada juga waktunya
kita terkagum dan menikmati indahnya parade awan, namun kita juga sering terlena
atas turbulensi. Lebih baik aku mempersiapkan diri berlibur sembari sementara
waktu berhadapan lagi dengan militer. Hehehe...
Kini,
aku berada di tengah-tengah sebuah forum diskusi yang mempertanyakan, “apakah
aku rela jika dipimpin seorang yang berbeda keyakinan dengan diriku?” Ini
pertanyaan sulit. Diriku pun menjawab, “Meskipun aku rela, tapi kalau Allah tak
rela bagaimana? Sebaliknya pun demikian, meski aku tak rela, tetapi jika Allah
ridho bagaimana? Ya dinikmati sajalah apa pun hasilnya toh Allah yang
menentukan.”