Awal tahun 2019 kulihat kamar
nampak rapi, meski wanita yang merapikan kelihatan kurang puas. Setidaknya,
mulai tahun ini segala hal yang sering berserakan sudah ada yang merapikan. Ia
nampak seperti Marie Kondo yang mengguncang dengan bukunya The Life-Changing Magic of Tidying Up yang diterjemahkan oleh
penerbit Bentang menjadi Seni Beres-Beres
dan Merapikan ala Jepang. Dari kebiasaan beres-beres itu, Marie Kondo
bajakan itu seperti menegaskan bahwa ruangan yang bersih mampu menghadirkan
kejernihan pikiran.
Orang-orang yang telah berbenah secara menyeluruh dan tuntas,
sekaligus, mengalami perubahan hidup yang dramatis, tanpa kecuali.
Apalagi setelah melewati tahun
2018 yang penuh sentimen dan emosi. Tahun ini perlu fokus pada hal-hal yang
perlu dan penting-penting saja. Kesadaran. Itulah yang pertama perlu kulakukan,
baik itu melipat, menyimpan, atau membuang kenangan sesuatu yang penting. Atau
aku yang harus menepi dan menjauhkan diri dari sesuatu yang dianggap
menimbulkan kekacauan. Hmmm... lebih tepatnya aku harus sadar diri bahwa
kehadiranku hanyalah debu-debu diantara ribuan galaksi yang tak begitu penting.
Well, lebih baik begitu.
Tenang saja, saya sudah sangat
biasa poker face terhadap semua yang
hadir dalam hidup, termasuk marah dan sedih. Dua hal yang sudah kujauhi
beberapa tahun terakhir. Yah, meski
terkadang amarah itu justru keceplosan hingga menyamai amarahnya Fir’aun. Setelah
kurenungkan amarah macam Fir’aun itu mungkin bukan karena permasalahan dunia
dan seisinya yang kulihat sangat receh serta enteng-enteng saja. Barangkali amarah itu berkaitan dengan kekhawatiran atau kecemasan yang bersinggungan pada salah satu kaidah dalam ushul fiqh, dar'ul mafaasid muqaddamun alaa jalbil mashaalih.
Satu hal yang kusuka pada tahun
ini ialah tahun politik. Tahun penuh hiburan dengan politik sebagai mainan yang
cuma guyonan. Seperti kata Vito Corleone dalam The Godfather karya Mario Puzo,
keuangan adalah senjata, politik ialah tahu kapan harus menarik pelatuknya.
Tahun ini pun saya bayangkan akan banyak pelatuk yang memicu tawa dan
ketegangan.
Kejahatan macam apa yang akan
ditarik pelatuknya pada tahun ini, saya tak tahu. Jadi, teringat ucapan Balzac
dalam The Human Comedy bahwa behind every great fortune, there is a
crime. Cukuplah menikmatinya. Marilah kita sedikit memilintir sindiran Vito
Corleone kepada anaknya, a man who
doesn’t spend time with his family thoughts, can never be a real man!