Kepala ini terasa panas dan ingin meledak tatkala
berminggu – minggu bergumul dengan tugas dan buku. Sesekali terselip keinginan
untuk nggembel lagi. Hanya bermodal
ransel dan gitar, nggandol truck atau
pick up. Ternyata kawan – kawan sekelas ada rencana wisata. “Asyik juga, nih.” pikirku.
Rencana ke Karimun Jawa batal dan dialihkan ke Pacitan. Dahiku agak mengkerut
mendengar Pacitan. Yah, dulu waktu tour Jawa cuma lewat dan singgah sebentar. Kesanku
pada saat itu adalah kabupaten yang miskin dan penuh batuh kapur. Nampaknya,
liburan ke Pacitan terancam batal karena hanya beberapa teman yang ikut. Namun entah
kenapa tiba – tiba beberapa kawan nekat juga memutuskan untuk berangkat. I like it. My journey always better with
planless.
Kami berangkat tengah
malam dari Semarang. GPS kami hidupkan karena memang perjalanan ini buta
terhadap daerah yang kami tuju. Rencana awal adalah menikmati sunrise di Pantai Klayar. GPS langsung
menunjuk Pantai Klayar Pacitan dan pukul empat menjelang subuh GPS sudah
menyatakan Pantai Klayar hampir sampai tujuan. Apesnya kami masuk perkampungan
yang memiliki jalan sempit. Kami berputar – putar dan tersesat. Tak ada orang
yang bisa ditanya arah. Sampai pada akhirnya kami dinyatakan oleh penduduk bahwa
kami salah jalan alias tersesat.
Mobil dipacu agar
kami masih sempat menikmati sunrise. Di
tengah perjalanan kami kembali bertanya pada muda mudi yang kemudian
diarahkannya kami ke jalan yang jauh lebih sesat. Sekitar satu setengah jam
kami melewati jalan yang buruk dan sempit. Berulang kali jantung berdetak
kencang tatkala jalan yang kami lalui sempit dan terbayang mobil jatuh ke
jurang. Dalam hati saya sempat jengkel pada muda mudi yang kami tanyai.
Finally, kami sampai juga ke Pantai Klayar. Tetapi sunrise udah tak
bisa dinikmati karena matahari sudah keluar dari ufuk. Setidaknya kami terobati
dengan pemandangan di Klayar. Dengan hamparan pasir putih, eloknya air biru,
kokohnya karang-karang dan deru ombak Samudra Hindia. Pantai Klayar memiliki
seruling laut yang memuncratkan air dari sela – sela karang layaknya air
mancur. Sayangnya di Pantai Klayar sulit untuk berenang karena ombak dan
karangnya yang tajam. Berhati-hatilah anda jika ada niat untuk berenang disana.
Anda bisa masuk ke batu karang Spinx jikalau ada petugasnya. Biasanya petugasnya
datang tengah hari sekitar pukul sepuluh sampai dua belas. Di Batu Karang ini
kamu bisa melihat seruling laut dari dekat. Biaya masuknya sekitar dua ribu per
orang.
Batu Karang Spinx dari jauh |
Karang Spinx dari dekat |
Pemandangan dari atas
bukit patut kamu coba untuk melihat Pantai Klayar dengan view berbeda. Tidak terlalu
jauh kamu berjalan. Di samping jalan masuk Batu Karang Spinx terdapat jalan
kecil menuju bukit. Dari atas bukit pu terdapat jalan menuju pantai lain dibalik
Pantai Klayar, tapi disana agak berbahaya karena gelombang yang besar sampai
melewati pasir dan menghantam dinding karang. Di bukit kamu juga bisa melihat
seruling laut menyemburkan air dari kejauhan.
Pantai Klayar dari Bukit |
Seruling Laut dan Karang Spinx nampak atas |
Perjalanan selanjutnya
ke Goa Gong. Goa yang konon terindah kedua di Asia setelah Goa Maharani di
Lamongan. Berbicara Pacitan pasti tak luput dari Goa karena klaimnya adalah
kabupaten 1001 Goa. Goa ini dinamakan goa Gong karena di dalam goa terdapat
batu yang bila dipukul mengeluarkan bunyi seperti Gong. Nah pada perjalanan kali
ini aku hanya masuk sebentar. Kipas angin yang dipasang ternyata mengalahkan
pengap dan panas di dalam. Terlebih rasa lelah masih terasa dan paru – paru yang
penuh asap rokok. Disini kamu bisa menyewa lampu dengan harga lima ribu.
Setelah ke Goa Gong
kami berencana ke Pantai Banyu Tibo, namun kami harus balik arah menuju jalan
Pantai Klayar lagi. Perlu kamu ketahui bahwa Goa Gong, Banyu Tibo, dan Pantai
Klayar masih satu jalur. Dikarenakan pada awal perjalanan kami yang benar:
benar-benar tersesat- Goa Gong tidak kami lewati lebih dahulu. Setelah keputusan
diambil, kami akan kembali ke Banyu Tibo esok hari.
Dan tujuan wisata terakhir
hari itu adalah Pantai Teleng Ria. Dari referensi internet yang kami ketahui
bahwa pantai ini wajib dikunjungi. Pemandangan dari atas pantai Teleng Ria
cukup memesona dengan teluk Pacitan sebagai view
nya. Sesampainya disana, kami kecewa dengan kondisi pantai yang kotor dan tidak
semenarik Pantai Klayar. Meskipun begitu banyak pula wisatawannya dan beberapa
turis manca negara. Seandainya pantai ini bersih dan asri mungkin masih cantik.
Bedanya pantai ini memiliki ombak yang tidak sebesar Klayar sehingga bisa
dipergunakan untuk berenang. Rasa lelah setelah dari Pantai Klayar dan Goa Gong
tidak menarik minat kami untuk bermain di Pantai Teleng. Kami hanya duduk dan
menikmati sore sembari makan nasi tiwul dengan ikan bakarnya, tak lupa kopi
hitamnya cukup mengobati kekecewaan kami.
Nasi Tiwul+Ikan Bakar+Kopi |
Teleng Ria |
Sore di Teleng Ria |
Beruntunglah kami
yang dapat menginap gratis pada kediamannya temannya teman di desa Sidomulyo
Kecamatan Ngadirojo. Jalan menuju lokasi sangat bagus dan mulus sedikit jalan
yang rusak (nampaknya ada peran presiden kita dalam membangun Pacitan). Mungkin
karena jarang dilewati truck atau kendaraan berat lain. Jalan berkelok dan
naik-turun yang menjadi ciri khas jalan di Pacitan kami lalui dengan lancar. Mata
kami seakan terpesona dengan pantai yang kami lihat dari pinggir jalan. Pantai ini
sepertinya masih belum cukup dikenal oleh wisatawan. Ada kesepakatan tak
tertulis kami untuk mengunjungi pantai tersebut esok hari. Setelah mandi, nge-teh dan makan malam tubuhku tumbang karena lelah
dan ngantuk. Rekor tidur cepatku sampai saat ini pukul 19.30 sudah tidur pulas.
Esok paginya kami
lanjut ke pantai yang kami ingin kunjungi. Pantai itu bernama Pantai Soge. Suasana
masih sepi dan hanya beberapa orang yang kemah di pantai tersebut. Tidak ada
warung maupun sesuatu yang biasa kami temui layaknya wisata pantai karena
pantai ini nampaknya masih belum banyak dijamah pengunjung. Pemandangan yang menakjubkan
dengan gulungan ombak yang lumayan besar di pagi hari. Sedikit karang yang kami
temui disana sehingga aman di kaki, namun entah dengan gelombangnya. Matahari nampak
di belakang kami yang muncul dari balik tebing dengan pepohonan yang menjulang
tinggi.
Jalan Raya Pantai Soge |
Pagi di Pantai Soge |
Masih Sepi Pengunjung dan Pedagang |
Kamera yang tak mampu menjepret pemandangan yang ciamik |
Soge: matahari di balik bukit |
Puas bermain di
Pantai Soge, kami akhirnya pulang. Nah, dalam perjalanan pulang terjadi diskusi
apakah akan kembali ke Banyu Tibo ataukah melanjutkan wisata ke Tawangmangu,
Solo. Pendapat yang ingin ke Tawangmangu adalah karena jika ke Banyu Tibo jalan
disana macet karena bertepatan hari minggu. Apalagi akses jalan kesana yang
kecil sehingga ada kekhawatiran ketika berpapasan dengan mobil atau bus dari
arah berlawanan. Argumentasiku dalam posisi ini adalah Banyu Tibo adalah ke
Tawangmangu dari Semarang cukup dekat sehingga kapanpun bisa kita kesana
(selain itu karena saya sudah pernah kesana hehehe), namun ke Pacitan belum
tentu. Selain itu di Banyu Tibo kita juga bisa memperoleh wisata air terjun. Air
terjun? Yap. Disitulah menariknya pantai ini. Air terjun yang berdekatan dengan
pantai. Sangat menggairahkan! Kesimpulannya adalah kami ke Banyu Tibo dengan
catatan jika macet kami akan berputar arah menuju Tawangmangu.
Ketika menuju lokasi
kami tidak menemui kemacetan, hanya beberapa kali berpapasan dengan mobil dan
bus yang membuat hati kami berdegup. Jalur ke Banyu Tibo sangat kecil. Cuma cukup
untuk lewat satu mobil saja. Bus dan elf dkk tidak akan bisa melewati jalan
setapak perkampungan yang menuju lokasi. Saran saya pergunakan mobil atau
sepeda motor untuk menuju kesini. Wisata adrenalin kami terbayar ketika melihat
Pantai Banyu Tibo. Segala Puji Bagi Tuhan Yang menciptakan semesta dengan
segala isinya. Disinilah kami bermain air sepuasnya. Let’s Rock!
Air Terjun Mini Banyu Tibo |
Pantai Banyu Tibo |
Deburan Ombak Banyu Tibo |
Gaya Bentar aaah |
Rock Well hwekekeke |
View Atas Banyu Tibo |
Dari
informasi yang saya peroleh, pantai Banyu Tibo baru ramai pada awal tahun baru
2014 dan diresmikan untuk dikelola sekitar dua bulanan. Tidak heran jika
tempatnya masih bersih. Walaupun kecil dan sempit tapi seru bermain-main air di
pantai ini. Ada air terjun dan pantai pilih yang mana terserah anda. Pengawas pantai
menambah rasa aman karena terkadang ombak menghantam bibir pantai sampai ke
pinggir tebing. Maklum saya tak bisa berenang.
Banyu Tibo adalah tujuan
akhir kami di Pacitan. Sebuah liburan dua hari yang sikat dan cukup
menghilangkan penat di kepala. Pacitan yang saya kunjungi kali ini berbeda jauh
dengan Pacitan yang dulu saya singgahi. Banyak yang berubah. Mulai dari kondisi
jalan yang bagus dan sepertinya sudah tertata rapi. Menariknya, harga-harga di
daerah wisata tidak semahal kebanyakan tempat wisata. Kadang kita menemukan
tempat wisata yang pedagang – pedagangnya mematok harga yang ngemplang. Harga barang maupun makanan
masih normal. Saya dapat pesan dari orang setempat jika menuju lokasi wisata
jangan terlalu mengandalkan GPS karena sering menyesatkan mengingat jalan baru
menuju lokasi wisata yang tidak terdaftar
pada GPS. Disamping itu, terdapat beberapa lokasi yang miskin sinyal. Ada keinginan
lain hari untuk mengunjungi Pacita lagi. Let's Rock!!!