Ronaboyd Mahdiharja

Sebuah goresan nan Pribadi mengenai metamorforsis dalam alam pemikiran perjalan menjadi manusia.

Jan 26, 2018

Perjalanan Malam





"Listen to the silence inside the illusion of the world"
-Jack Kerouac
            
Mendadak keinginan itu membuncah. Melakukan perjalanan ke kota-kota dengan berkendara motor. Seperti dulu-dulu. Pasca kematian Mr. No Brake, keinginan tersebut sirna terlebih melihat jalan sudah seperti belantara yang buas. Akan tetapi, beberapa minggu terakhir keinginan tersebut muncul lagi. Bermula dari perjalanan pulang dari Pulau Sembilan, saya turun dari mobil dan meminta berkendara seorang diri. Kemudian berlanjut ketika pulang ke Rembang, saya paksa motor melakukan perjalanan dari Madura hingga Rembang.
            Saya tak tahu apakah itu rindu atau pelampiasan. Rindu oleh sebab lamanya saya tak berkendara melintasi kota yang berjarak jauh. Rindu singgah dan berjumpa dengan orang-orang baru dengan berbagai kisah mereka yang unik. Atau kisah di dalam perjalananku sendiri yang kadang menarik. Rindu berkendara sambil merenung serta mejelajahi waktu dan ruang yang kusinggahi. Memahami devaluasi waktu dan ruang agar tidak mati dan terus bergerak dialektis. Ziarah-ziarah kecil masa-masa silam yang mampu kujangkau. Menelusuri ruang skeptis dan harapan dari artefak atau reruntuhan yang tersisa. Hasilnya boleh dikatakan sedikit arbitrer daripada saya pulang tanpa manfaat. Setidaknya, sebelum saya pulang harus dapat melihat visi pada waktu dan ruang layaknya berbagai perjalanan Nabi Muhammad SAW.
            Perjalanan ini juga sebagai momentum pelampiasan. Jauh-jauh sebelum menerima tugas sebagai penjaga benteng, ada keinginan melanjutkan perjalanan yang dahulu terhenti. Baiklah, saya pergunakan kata “tertunda” saja karena rasa itu masih ada. Tentunya bukan perjalanan dengan berkendara motor, melainkan berjalan kaki menjelajah Nusantara dan jikalau dapat seluruh muka bumi. Label mudah bosan dan tak bisa diam tak sepenuhnya salah, tetapi juga tak bisa dibenarkan. Kadang saya bisa anteng dan juga bisa pewe, tergantung mood. Lha, malah memunculkan label baru: ruwet. Wes mbuh lah.
            Intinya, rencana saya gagal total kalau boleh dikatakan tertunda. Wasiat ayah yang kulaksanakan dengan setengah hati dan banyak bermain malah membawaku pada tugas yang diberikan sebagai penjaga benteng. Benteng yang belum pernah kulihat dan ketahui kondisinya. Di sana saya harus diam menjaga, sesekali bergerak mengawasi dan mengamati, sibuk menggosok batu akik yang ada, dan sesekali memahat kayu.
            Pelampiasan ini tak berjalan mulus karena saat malam kuhabiskan waktu di rumah kawan. Bukan dijalanan. Tingkat keintimannya sedikit berkurang, tetapi tak apa karena menyambung silaturahmi itu juga penting. Perjalanan untuk menyusuri muka bumi dan menuju langit kurang maksimal.
            Menjelang akhir perjalanan ketika matahari tak terlalu terik, mata sudah mulai mengantuk, dada rusuk, perut, dan tangan yang dibalut koyo karena kram sehingga menyulitkan dalam berkendara, pertolongan Allah pun datang. Saya naik mobil Polisi sehingga perjalanan lebih singkat. Motor? Motorku berjejer gagah diantara motor lainnya diatas mobil pick up dinas Kepolisian.

Rembang, 25/1/2018
           


                         

No comments:

Post a Comment